Buleleng, Balijani.id| Sudah lama kita menanti hadirnya suatu kehidupan desa adat dan bangsa ini agar lebih baik, hidup penuh kedamaian dan kegotong-royongan sebagaimana nenek moyang kita dahulu. Hidup rukun, bergandeng tangan, bekerja bersama dan saling tolong-menolong serta saling menghargai satu sama lain dalam mencapai tujuan hidup berbangsa dan bernegara. Persatuan dan kesatuan bangsa sepertinya merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan tidak boleh hilang dari bumi pertiwi
Seperti halnya Nyangre piodalan di Desa Adat Tista Desa Baktiseraga mulai Purnama ke Kapat Piodalan di Pura Taman Desa Adat Tista, yang jatuh pada purnama kapat, some ( 6/10/2025 ) para krame desa adat Tista dan juga saye tahun adakan gotong royong di Pura Taman dengan konsep Tri Hita Karana, Redaksi Balijani berhasil wawancara langsung dengan Jro Mangku Nyoman Suyasa, Minggu ( 5/10/2025 )
Budaya gotong-royong sebagai ciri bahwa seni sakral ( Mejejahitan ) Ngayah di pura dan bangsa Indonesia harus selalu dipertahankan. Hal ini merupakan bentuk nyata solidaritas sosial dalam kehidupan masyarakat. Setiap warga negara yang terlibat di dalamnya memiliki hak untuk dibantu dan juga berkewajiban untuk membantu. Disini terdapat azas timbal balik yang saling menguntungkan.
Jro Nyoman Suyasa, Selaku Jro Mangku Pura taman mengatakan Ngayah bertujuan untuk menunaikan kewajiban sosial dan keagamaan, memupuk kebersamaan, dan mencapai kebahagiaan melalui hubungan yang baik dengan sesama (pawongan), alam (palemahan), dan Tuhan (parahyangan), sesuai konsep Tri Hita Karana.
“Bekerja tanpa mengharapkan balasan materi merupakan inti dari tradisi, dengan pengabdian menunjukkan kesediaan untuk menyumbangkan waktu dan energi demi kelancaran suatu kegiatan,”ungkap Jro Nyoman Suyasa
“ditambahkan Ngayah kewajjban sosial yang Merupakan bentuk tanggung jawab sosial masyarakat untuk saling membantu tanpa paksaan.,” Tutupnya
[ Editor : Sarjana ]
