Denpasar, Balijani.id – Seorang kakek 76 tahun, Made Sutrisna meluapkan kekecewaannya. Ia tak terima mengapa dijadikan tersangka, padahal dirinya sebagai pemilik sah dari tanah 32 are berdasarkan sertifikat hak milik (SHM) No. 3395 di sudut Perempatan Jalan Cokroaminoto Ubung – Jl. Gatot Subroto, Denpasar Bali yang sekarang dipersengketakan pihak lain.
Made Sutrisna didampingi Kuasa Hukumnya Made Sulendra, SH menegaskan apalagi putusan pidana No.44/Pid/1966 sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan inkracht. Terdapat putusan Pengadilan Tinggi (PT), No.27/1966/PT/Pdn dan berdasar Putusan Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 28 Juli 1967, Reg No. 99 K/Sip/1967.
“Saya tidak terima status tersangka atau terdakwa yang disematkan pada diri saya. Negara telah menzolimi saya atas sengketa yang terjadi. Plang kepemilikan tanah saya dicabut. Kendaraan yang ada di sana juga hilang,” ungkap Sutrisna saat ditemui disela-sela sidang tipiring yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Sudirman, Denpasar, pada Rabu (23/3/2022).
Dikatakan putusan-putusan itu dipergunakan Johny Loepato dalam pengadilan sebagai alat bukti akan kedudukan Sertifikat Sementara No.129 yang saat itu dikabarkan terbukti cacat hukum.
“Saya ga tahu menahu, tiba-tiba saya bisa dijadikan tersangka. Saya tak terima dijadikan tersangka, orang saya yang punya tanah kok saya dijadikan tersangka,” ujar Kakek Sutrisna
Di sisi lain Kuasa Hukumnya, Made Sulendra menuturkan, bahwa bukti-bukti yang dimiliki kliennya berdasarkan putusan pengadilan tahun 2010 tentang sertifikat no. 3395 adalah sah milik Made Sutrisna. Karena adanya laporan, di mana pelapor diketahui memiliki sertifikat no. 05949 dan adanya pembatalan terhadap sertifikat no. 3395.
“Pak Made Sutrisna mengaku selama ini tidak pernah diberitahukan terkait keputusan pembatalan tersebut, sedangkan sertifikat no. 3395 itu sudah memiliki dasar hukum yang kuat berdasarkan putusan pengadilan no. 60 tahun 2010. Amar putusannya menegaskan bahwa Made Sutrisna adalah pemilik sah tanah tersebut berdasarkan jual-beli,” tandasnya.
Sulendra menambahkan dalam hal ini, para pihak yang dirugikan mestinya dipanggil diberikan kesempatan untuk pembelaan.
“Kenyataannya klien kami tidak pernah diberikan hak, ini kan pembatalan sepihak, cacat hukum. Pihak klien kami juga memegang bukti-bukti lengkap dan sah,” ungkapnya.
Pihak lain yang juga dipanggil sebagai saksi dalam persidangan Made Mariata yang ditemui di tempat yang sama mengaku juga dilibatkan sebagai saksi dalam persidangan yang berlangsung berdasarkan surat panggilan nomor Spgl/140/III/2022/Satreskrim dari pihak penyidik Polresta Denpasar.
Made Mariata justru mengaku tidak tahu-menahu tentang proses sengketa yang terjadi. Dirinya hanya sebagai pemilik kendaraan truk yang dipinjam oleh Made Sutrisna yang diparkirkan di obyek tanah sengketa tersebut dan tidak mengetahui titik perkara yang sebenarnya terjadi.
“Loh kok tanya saya? Kan dua tahun lalu saya sudah jelaskan. Itu mobil punya saya tapi Pak Made meminjam untuk berteduh. Kalau tidak boleh, beritahu nae (dong, red) Pak Made supaya dipindahkan mobilnya,” cetus Made Mariata.
Lebih lanjut ketika Made Mariata melihat ada garis polisi di tanah tersebut. Dirinya berpikir jika di tempat itu terjadi kasus atau peristiwa hebat. Hingga akhirnya mobil dari Made Mariata hilang. Made Mariata menanyakan kepada Made Sutrisna ke mana mobilnya. Made Sutrisna mengatakan hilang saja dan belum membuat laporan kehilangan dan Made Sutrisna menyampaikan akan bertanggungjawab atas hilangnya mobil milik Made Mariata.
Di lain pihak, Made Parwata, selaku Kuasa Hukum dari pihak pelapor (Kusnadi) menegaskan bahwa sertifikat no. 3395 yang dimilki oleh Made Sutrisna sudah dibatalkan dan ditarik oleh pengadilan, faktanya surat itu masih dikuasai oleh Made Sutrisna saat ini.
Ketika ditanyakan soal pembatalan sertifikat tidak menyertakan pihak dari Made Sutrisna dan pelaksanaan eksekusi terhadap obyek tanah tersebut, Parwata hanya menjelaskan bahwa pembatalan sertifikat tersebut telah dilakukan sebelum Made Sutrisna membeli tanah tersebut dan dikatakan bahwa Made Sutrisna telah membeli sertifikat “bodong”.
“Sebelum dia beli sertifikat itu sudah dicabut, dan tidak pernah ada eksekusi. Jadi yang dia tempati itu tanah milik PT Bali Bangun Sejahtera Abadi dengan menaruh kendaraan di pintu masuk, sertifikat yang dia beli itu adalah sertifikat yang sudah tidak berlaku, sebenarnya sudah ditarik tapi tidak diserahkan,” pungkas Parwata. (002)