Sanur, Balijani.id – Bertepatan dengan Tilem Anggara Kasih Sada, Desa Adat Intaran mengadakan persembahyangan bertajuk Segara Kertih yang dilakukan di Pantai Mertasari Sanur, Selasa, (28/6/2022).
Persembahyangan ini merupakan bentuk upaya niskala (maya) untuk menolak pembangunan Terminal LNG (gas alam cair) di Kawasan Mangrove.
Bandesa Adat Intaran I Gusti Agung Alit Kencana memaparkan jika persembahyangan ini diikuti oleh seluruh krama Desa Adat guna senantiasa meneguhkan diri dalam menolak pembangunan Terminal LNG yang akan dilakukan di Kawasan Mangrove.
“Persembahyangan ini kita lakukan guna memperoleh kejernihan pikiran dan untuk menolak Proyek Pembangunan LNG di Kawasan Mangrove sebab dalam pembangunannya akan melakukan pengerukan yang juga akan mengancam Terumbu Karang yang ada di Pesisir Sanur,” ungkapnya dalam keterangan pers yang diterima redaksi balijani.id, Selasa (28/6/2022).
Dalam kajian sudah dijelaskan ada 5 hektaran terumbu karang yang akan terkena oleh aktivitas pengerukan yang akan dilakukan dalam pembangunan terminal LNG ini.
“Jika ekosistem dan pesisir laut rusak akibat hal tersebut bagaimana nasib kami yang ada di pesisir,” tanyanya.
Lebih lanjut Alit Kencana juga menjelaskan adapun vegetasi mangrove yang akan kena oleh pembangunan Terminal LNG ini adalah vegetasi mangrove yg memiliki ketinggian 10 meter dan menurutnya butuh waktu 30 tahun bagi mangrove untuk bisa tumbuh setinggi itu.
“Jika ingin membuat terminal di kawasan mangrove, silahkan tanam dulu mangrove dan tunggu 30 tahun dulu. Baru membuat Terminal LNG di kawasan mangrove,” tegasnya.
Direktur Walhi Bali Made Krisna Dinata juga menegaskan jika solusi dari DPRD atau dari pemrakarsa yang menyebutkan akan mengganti pohon mangrove yang akan ditebang untuk pembangunan proyek Terminal LNG di Kawasan Mangrove hanya sebuah Dejavu.
“Sebab dari pengalaman sebelumnya setidaknya ada 2 proyek pembangunan besar yang merusak mangrove namun sampai detik ini tidak ada upaya pemulihan dari pemerintah,” kata Krisna.
Ditambahkan, tidak ada sanksi tegas juga dikenakan terhadap proyek yang merusak mangrove tersebut.
“Jika mau membuat proyek di mangrove dan yakin ingin mengganti, pulihkan dulu mangrove yang sebelumnya rusak oleh jalan tol dan reklamasi Pelindo” tungkasnya.
Sesuai aturan yang berlaku proyek pembangunan Terminal LNG dibangun di Benoa.
“Aturannya jelas menyebutkan Terminal LNG ada di Benoa. Kembalikan saja ke Benoa”,” tutup Alit Kencana menimpali. (002)