Buleleng, Balijani.id ~ Praktik mafia tanah kembali mencuat di Kabupaten Buleleng, Bali. Kali ini, Desa Adat Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, menjadi korban dugaan manipulasi dan penyalahgunaan data pertanahan. Gede Anggastia, seorang tokoh masyarakat setempat, melayangkan laporan resmi kepada Jaksa Agung RI untuk mengungkap skandal yang disebut merugikan hak masyarakat adat serta mengancam kepentingan sosial, ekonomi, dan budaya desa tersebut.
Ketika diwawancarai oleh Redaksi Balijani.id usai Audensi di DPRD Kabupaten Buleleng Bersama masyarakat Pemuteran, Pengiat Anti Korupsi, dan Tokoh Masyarakat Buleleng, Rabu ( 18/12)
Gede Anggastia Dalam laporan tertanggal 5 Desember 2024, mengungkap modus yang dilakukan oleh oknum tertentu, mulai dari pemblokiran SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) tanpa pemberitahuan, hingga penerbitan sertifikat tanah atas nama pihak luar. Ia menyoroti betapa sistematisnya modus ini, dengan tujuan akhir berupa penguasaan ilegal atas tanah milik desa adat.
“Kami memohon agar Satgas Mafia Tanah segera mengambil langkah tegas demi melindungi hak-hak masyarakat adat Pemuteran dan mencegah potensi kerugian negara,” tegas Gede dalam suratnya.
Ia juga menyebut bahwa tanah yang dipermasalahkan memiliki fungsi adat dan sosial yang vital, seperti untuk pembangunan pura dan pelaksanaan upacara agama Hindu. Hilangnya kontrol masyarakat atas tanah tersebut tidak hanya berdampak pada aspek budaya, tetapi juga memicu potensi konflik horizontal di tengah masyarakat.
Anggastia menambahkan bahwa sejumlah prosedur yang dilanggar oleh pihak-pihak terkait menunjukkan adanya kejanggalan besar dalam penerbitan sertifikat tanah tersebut. Menurutnya, tanah negara yang seharusnya dikelola oleh masyarakat adat justru diperjualbelikan secara ilegal tanpa prosedur hukum yang jelas.
Laporan ini juga mengungkap indikasi keterlibatan oknum pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya dalam proses pengalihan SPPT dan penerbitan sertifikat tanah. Anggastia mendesak agar kasus ini ditindaklanjuti secara hukum dan para pelaku segera dibawa ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Tidak hanya masyarakat adat Pemuteran yang dirugikan, praktik ini juga berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi negara. Jika dibiarkan, hal ini bisa menjadi preseden buruk yang mengancam aset-aset negara lainnya. Anggastia berharap Kejaksaan Agung RI, melalui Satgas Mafia Tanah, dapat bertindak tegas untuk mengembalikan hak masyarakat serta mencegah kejadian serupa di masa depan.
Kasus ini kini tengah menjadi perhatian publik, terutama karena menyangkut kepentingan bersama dan keadilan bagi masyarakat adat dan Juga berharap Aparat penegak hukum terutama Jajaran Polres Buleleng segera amankan barang bukti dan tangkap pelaku intelektual kasus mafia tanah negara di Bukit Ser Pemuteran.
[ Reporter : Sarjana ]