Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks
News  

GPS : SE Kemendagri, Hibah Akhir Tahun dan Ancaman Korupsi

Denpasar, Balijani.id ~ Advokat Gede Pasek Suardika (GPS) Ketua Majelis Agung Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang juga Mantan Ketua Komisi III DPR dan Anggota DPD RI mengingatkan semua pihak akan pentingnya pemahaman penggunaan uang negara baik yang bersumber dari APBD maupun APBN.

Oleh karena, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan surat edaran (SE) yang berisi petunjuk soal tata kelola belanja hibah.

SE yang ditandatangani Mendagri Muhammad Tito Karnavian pada tanggal 12 September 2024 itu ditujukan kepada Gubernur, Bupati/Walikota se Indonesia itu dimaksudkan untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah serta upaya pencegahan tindak pidana korupsi, khususnya menjelang penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2024.

Bahkan Mendagri juga mengingatkan agar alokasi belanja daerah, Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan dan/atau menyalurkan Belanja Hibah dan Bantuan Keuangan sesuai kemampuan keuangan daerah berdasarkan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat yang luas bagi masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadi, golongan dan/atau kelompok, serta kepentingan politik dari unsur Pemerintah Daerah.

“Dalam beberapa kasus korupsi yang pernah saya tangani di beberapa wilayah di Indonesia, potensi menjadi kasus korupsi sangat besar ketika ada sedikit masalah dalam hal praktek administrasinya,” kata GPS di Denpasar, Minggu (22/9).

Menurutnya, setiap tahun anggaran akan selalu ada hitungan waktu kapan pengusulan, penganggaran, realisasi dan pertanggungjawaban. Itu berlaku untuk semua siklus anggaran termasuk hibah.

Bagaimana dengan prosesi Hibah akhir tahun yang kini marak dilakukan menjelang tahun politik? Mendagri sudah mengingatkan lewat surat edarannya agar berhati – hati.

“Kemudian tahun anggaran sudah menentukan juga kapan itu bisa turun. Artinya peringatan Mendagri itu bisa jadi bukti surat jika ada aparatur atau kepala daerah yang melanggar sebagai bukti adanya mens rea atau niat tidak baik. Sudah diingatkan kok masih juga menjalankan,” imbuhnya.

Sisa tahun anggaran yang sekitar dua bulan lagi sangat sulit bisa dijalankan kecuali hal ini janji untuk tahun anggaran 2025. Jika dipaksakan tahun anggaran 2024 dimana Pertanggungjawaban harus selesai Desember 2024 maka akan sangat potensial sekali terjadi penyimpangan, temuan, mangkrak bangunan dan lainnya.

Para birokrat harus paham dan jangan mengambil risiko jika tidak ingin masa pensiun nanti pindah kost ke Lapas.

Begitu juga, para PJ Bupati seharusnya paham ketika dilimpahkan bola panas menerima dana hibah atau BKK di waktu mepet ada Permendagri 77/2020 yang harus dipahami.

Potensi temuan akan bangunan fisik yang bermasalah sangat besar karena syarat Rp 200 juta keatas harus tender, waktunya yang mepet hanya dua bulan, dan disisi lainĀ  juga bisa berpotensi gagal cair.

Jika itu terjadi PJ Bupati, Camat dan Kepala Desa akan saling menyalahkan. Ketika aparat penegak hukum mulai masuk maka potensi Pasal 2 Pasal 3 Pasal 9 UU pemberantasan Tipikor UU 31/1999 yang telah diubah dengan UU 20/2001 akan menjadi jeratan penyesalan di kemudian hari.

Bisa jadi jika PJ Bupati paham maka bantuan simbolis ini sebenarnya prosesi fatamorgana alias semu. Sebab bisa jadi anggarannya akan kembali ke APBD asal karena tidak mampu direalisasikan namun benefit politik telah didapatkan.

“Kita semua mudah silau dengan bantuan hibah, BKK, bansos dan lainnya, tetapi silau itu bisa berubah tangis dan cemas ketika salah prosedur pelaksanaan sehingga jeruji besi menanti,” ungkapnya.

GPS hanya bisa mengingatkan sebelum itu terjadi, karena korupsi tidak hanya karena merugikan keuangan negara tetapi juga karena orang lain mendapatkan keuntungan dan merugikan negara akibat perbuatan yang dilakukan.

“Walau kita tidak menerima kita tetap bisa terkena jika ada yang mendapatkan untung dari peristiwa tersebut,” imbuhnya.

Dan jika masuk ke ranah korupsi maka akan banyak yang diangkut terkait Pasal 55 dan 56 KUHP yaitu turut serta dan itu rawan yang kena adalah para birokrat yang memproses dana hibah tersebut.

Sebab maksud dan tujuan Mendagri sudah jelas untuk tujuan pencegahan. Jika dilanggar maka pelanggaran jadinya.

“Saran saya bagi para birokrat lebih baik taati himbauan Mendagri daripada masa pensiun nanti ada di balik jeruji besi dan yakinlah, Anda tidak akan dibantu oleh politisi yang mau menikmati kekuasaan bermodalkan dana hibah milik rakyat,” tutupnya.

[ Reporter : Sarjana ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *