Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks
News  

Raja-raja dan Sultan Prihatin dengan Kondisi Bangsa, Pasukan Adat Resah dan Gelisah

Makassar, Balijani.id– Menyikapi keadaan bangsa yang semakin kacau dan carut-marut saat ini, di mana hak-hak rakyat dirampas, ketika keadilan menjadi barang mahal dan sulit diperoleh oleh rakyat kecil, sementara penguasa negeri dan pengusaha saling berkolaborasi mempersekusi masyarakat lemah,
Pasukan Adat Nusantara Indonesia (PANI) tampil menyuarakan kebenaran, meneriakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ditemui Balijani.id di Makassar, Jumat (6/10/2023) hari ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PANI, Ilham A Ghani mengatakan, Pasukan Adat Nusantara Indonesia, memang sudah sewajarnya angkat bicara menyikapi fenomena yang terjadi saat ini. Karena PANI memang dibentuk dengan tujuan utama, selain untuk menyatukan berbagai suku di Indonesia, juga untuk membantu dan mendampingi masyarakat yang memerlukan bantuan dalam upaya mendapatkan hak-hak mereka.

“Dalam situasi negara yang semakin kacau balau seperti saat ini, penguasa dan pengusaha saling bekerjasama merebut dan merampas hak-hak masyarakat, kami sangat prihatin dan mengecam hal itu. Memang salah satu program kita adalah membela hak-hak rakyat, terutama dalam hal mempertahankan hak milik masyarakat, mempertahankan tanah leluhur, atau tanah adat.” jelas Ilham.

Menurutnya, di Nusantara ini banyak sekali tanah-tanah adat yang perlu dijaga, bahkan bisa dikatakan semua wilayah Indonesia adalah tanah adat, karena Indonesia ini terbentuk dari wilayah-wilayah kerajaan yang sesungguhnya merupakan pemilik wilayah, yang kemudian mereka sepakat menyerahkan pengelolaan tanah-tanah dan wilayah itu kepada sebuah negara Kesatuan yang bernama Indonesia, sehingga negara sama sekali tidak memiliki hak untuk menggadaikan tanah-tanah milik leluhur itu.

Fakta yang kita saksikan saat ini, pengelola negara dengan seenaknya menyerahkan tanah-tanah itu kepada pengusaha atas nama investasi.

“Ini tidak hanya melanggar ketentuan adat, bukan hanya melanggar undang-undang, karena perlindungan terhadap keberadaan tanah adat bukan hanya urusan masyarakat adat setempat, memperjualbelikan atau memindahtangankan kepemilikan tanah adat, bukan hanya melanggar undang-undang negara, tetapi melanggar Deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat adat.”jelasnya.

“Kita saksikan kejadian yang ada di Rempang beberapa waktu lalu, yang kemudian menyebar ke sejumlah daerah, di mana banyak tanah milik masyarakat adat yang diambilalih secara paksa untuk kepentingan investor, tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi di Makassar, daerah-daerah di Sulawesi Selatan dan di daerah lain. Maka kami dari pihak PANI akan kembali melakukan pertemuan guna mencegah jangan sampai hal itu terjadi.” lanjutnya.

Dikatakannya, tanah adat hanya boleh dipakai untuk fasum atau fasos dan pendirian tempat ibadah, tetapi untuk tujuan investasi para pengusaha, itu sama sekali tidak boleh dilakukan.

Untuk sebuah bangsa yang majemuk, dengan suku dan etnik yang beraneka ragam seperti Indonesia ini, keberadaan organisasi seperti PANI, memang sangat penting artinya. Organisasi yang berupaya tetap menjaga agar perbedaan yang majemuk itu tetap menyatu. Jangan sampai terpecah belah lantaran saling rebutan kekayaaan alam, jangan sampai terkotak-kotak dengan keragaman budaya,ras, bahasa daerah, suku bangsa, agama dan kepercayaan yang berbeda-beda.

“Kita ingin memperrahankan perbedaan-perbedaan itu tetap menjadi pemersatu bangsa, bukan menjadi sebab munculnya perpecahan.” imbuh Ilham.

Dalam waktu dekat, PANI akan kembali mempertemukan seluruh Raja dan Sultan dari seluruh Nusantara, untuk membahas fenomena dan berbagai bentuk kondisi yang semakin berbahaya saat ini. Sebuah kondisi yang semakin tidak menentu, yang mengarah pada terjadinya kehancuran bangsa.

Ilham mengatakan, sesungguhnya seluruh Raja dan Sultan lah sebagai pemilik tanah air di negeri ini, yang kemudian dipinjamkan kepada negara untuk dipersatukan dalam sebuah Negara Kesatuan yang bernama Indonesia. Bila penguasa yang mengelola tanah air itu tidak mampu mempersatukan, namun justru mengarah pada perpecahan, maka sudah sewajarnya bila para Raja dan Sultan saling bersatu untuk angkat bicara, minimal mengingatkan kepada pemerintah, bahwa mereka bukan sebagai pemilik negeri ini, mereka hanya bertindak sebagai pengelola saja.

“Inilah yang menjadi fokus perhatian kita saat ini. PANI lahir untuk tetap mempersatukan raja-raja dan para Sultan dari seluruh Nusantara, sebab meskipun bangsa ini penuh dengan keragaman budaya dan lain sebagainya tetapi kita semua tetap satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.” pungkasnya. (Daeng Khairil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *