Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks
News  

Advokat Wirasanjaya : Nilai Kasus Pemerasan Perizinan Sarat Penyalahgunaan Wewenang

Foto : Advokat Wirasanjaya, S.H ( Congsan )

Buleleng, Balijani.id ~ Advokat senior Wirasanjaya, S.H Yang akrab di sapa Congsan menyoroti kasus dugaan pemerasan dalam proses perizinan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) di Kabupaten Buleleng, yang menyeret Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng, I Made Kuta, serta seorang pejabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) berinisial NA. Keduanya ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali pada Kamis (20/3/2025) pagi.

Congsan menyatakan keprihatinannya terhadap kasus yang menimpa para pejabat tersebut, sekaligus menekankan bahwa ada indikasi kuat penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan PKKPR.

“Ya, pertama-tama saya ingin menyampaikan rasa prihatin saya kepada saudara saya, I Made Kuta, yang kini telah diamankan oleh pihak berwenang. Namun, kita harus melihat lebih jauh bagaimana sebenarnya sistem perizinan ini berjalan. Banyak masyarakat, terutama pengusaha, mengeluhkan prosedur PKKPR yang berbelit-belit. Dalam banyak kasus, masyarakat yang sudah taat aturan tetap dipersulit, dan sayangnya, ada oknum pejabat yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi,” tegas Congsan

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa PKKPR merupakan izin yang wajib dimiliki setiap usaha yang baru dibangun. Namun, dalam praktiknya, banyak hotel dan bangunan yang telah berdiri puluhan tahun tetap diwajibkan mengurus izin ini, meskipun regulasi yang mengaturnya baru diberlakukan setelah bangunan tersebut berdiri. Hal ini, menurut Congsan bertentangan dengan asas hukum yang seharusnya tidak berlaku secara retroaktif.

“Kami menerima banyak keluhan dari pengusaha hotel di Lovina. Mereka yang sudah memiliki izin prinsip dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak lama, tiba-tiba diwajibkan mengurus PKKPR, bahkan diminta melengkapi persyaratan tambahan seperti pertimbangan teknis pertanahan. Ini jelas tidak adil dan menunjukkan ketidakpastian hukum dalam perizinan di daerah ini,” tambahnya.

Congsan juga menyoroti adanya dugaan praktik pemerasan dalam proses verifikasi perizinan. Ia menilai bahwa perizinan yang seharusnya menjadi layanan publik justru dijadikan alat untuk mempersulit masyarakat demi keuntungan pribadi.

“Yang terjadi hari ini adalah bukti nyata. Ada pejabat yang memiliki akses akun verifikasi dan mereka tidak serta-merta memberikan verifikasi, kecuali ada ‘imbal balik’. Ini jelas pemerasan, bukan suap. Karena dalam pemerasan, masyarakat dalam posisi tidak berdaya dan terpaksa memberikan sesuatu agar prosesnya berjalan. Ini yang harus ditindak tegas,” tegasnya.

Dalam pandangannya, kesalahan dalam sistem perizinan ini tidak hanya berhenti di tingkat dinas, tetapi juga menjadi tanggung jawab kepala daerah. Ia menekankan bahwa Bupati seharusnya mengawasi kebijakan perizinan agar tidak disalahgunakan.

“PKKPR itu kewenangannya ada di Direktorat Jenderal Tata Ruang, bukan semata-mata di perizinan daerah. Namun, mengapa di Buleleng perizinan ini dikeluarkan oleh DPMPTSP atas nama Bupati? Ini menjadi tanda tanya besar. Jika kebijakan ini salah, seharusnya Bupati sejak awal turun tangan untuk membenahinya, bukan membiarkan carut-marut perizinan ini terus berlangsung,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Congsan berharap agar kebijakan perizinan di Buleleng segera diperbaiki agar tidak menghambat investasi di daerah tersebut.

“Saya tetap menaruh harapan tinggi kepada Bupati terpilih, Bapak dr. Nyoman Sutjidra, Sp.Og beserta jajarannya, agar segera menata ulang kebijakan perizinan ini. “Jangan sampai masalah abu-abu seperti ini terus berlarut-larut, karena yang dirugikan adalah masyarakat dan investor. Jika terus begini, jangan salahkan jika investor enggan menanamkan modalnya di Buleleng,” pungkasnya.

[ Reporter : Sarjana ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *