Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks
News  

Diduga Hotel Menjangan Dinasty Resort Buleleng Berdiri di Atas Tanah Rampasan

(Photo By Net)

Buleleng, Balijani.id – Bau tak sedap pembangunan Hotel Menjangan Dinasty Resort di Dusun Batu Ampar Buleleng mulai mencuat ke permukaan.

Hotel yang dibangun oleh pihak ketiga mulai tahun 2017 ini diduga berdiri di atas tanah hak milik warga Batu Ampar yang disinyalir dirampas pemerintah kabupaten (Pemkab) Buleleng dan kini masih bersengketa.

Pun demikian, pembangunannya bisa berjalan dituding tidak terlepas dari sikap penegak hukum yang dirasa telah melakukan pembiaran.

“Ada salah satu peristiwa yang menyebabkan saya meyakini bahwa terjadi pembiaran oleh aparat penegak hukum pada tahun 2017 lalu. Saat itu petani sempat bergerak bersama, membawa pacul, arit, dan senjata tajam setelah terlihat aktifitas pembangunan Hotel Menjangan Dinasty Resort di atas lahan mereka hingga sekarang masih sengketa,” ungkap Nyoman Tirtawan kepada wartawan di Buleleng, Kamis (30/06/2022)

Tirtawan selama ini getol memperjuangkan hak tanah milik 55 kepala keluarga (KK) dari warga Dusun Batu Ampar menjelaskan, bahwa ketika ada protes dari warga pihak kepolisian melakukan mediasi dan meminta secara lisan untuk menghentikan pembangunan Hotel Menjangan Dinasty Resort sampai ada keputusan tetap dan disepakati.

Tapi, ia katakan dalam perjalanan setelah mediasi pembangunan tetap dilanjutkan. Bahkan parahnya, sampai terjadi penembokan keliling yang membuat warga tidak dapat melakukan kegiatan bertani.

“Bagaimana mungkin pihak aparat kepolisian membiarkan ini terjadi? Sudah jelas-jelas mereka (warga Batu Ampar, red) mempunyai sertifikat Hak Milik dari tahun 1959 dan sudah didaftar ulang tahun 1992 bersama 50 warga lainnya. Seharusnya mereka bisa menanam sayur mayur, jagung dan kacang, sekarang tidak bisa,” singgung Tirtawan, yang juga mantan anggota komisi I DPRD Bali Bidang Hukum periode 2014-2019.

“Andai tanah milik Bupati atau Kapolres dirampas, ditembok, dan juga diusir bagaimana ? Apakah diam saja atau melawan ? Jangan lecehkan hukum teruntuk kapitalis yang merampas Hak Asasi Manusia. Kezaliman bisa saja memicu kerusuhan sosial akibat akumulasi ketidakpuasan perlakuan hukum terhadap masyarakat marginal,” tegasnya.

Sebelumnya juga Tirtawan memaparkan, peristiwa pengusiran dan dugaan perampasan tanah milik warga Batu Ampar ini terjadi saat Putu Agus Suradnyana menjabat sebagai Bupati Buleleng yang akan berakhir masa jabatannya 27 Agustus 2022 mendatang.

Ia mengutuk adanya tindakan-tindakan yang telah melanggar hak asasi manusia. Terlebih, ungkap dia, oknum itu adalah pejabat dengan dalil palsu atau fiktif mencatatkan tanah yang tidak ada buktinya pada dokumennya sebagai aset dengan pembelian Rp 0 (nol rupiah).

Dalam pencatatan aset kata Tirtawan, harus berdasarkan SIMAK BMN (sistem informasi manajemen dan akuntansi barang milik negara) untuk menghasilkan data transaksi yang mendukung penyusunan program percepatan akuntabilitas keuangan pemerintah. Jika mencatatkan aset tanpa dokumen (sertifikat autentik/sertifikat asli) adalah bentuk pencatatan ilegal atau melawan sistem.

Apalagi sebutnya, mencatatkan barang dengan perolehan pembelian barang dengan nilai nol rupiah seperti tercatat di Kartu Inventaris Barang Biro Aset adalah bentuk pemaksaan/perlawanan sistem atau aturan yang identik dengan penyalahgunaan kekuasaan absolut.

“Ini Bu Menteri Sri Mulyani jika tahu pastinya kaget-kaget, Pemkab Buleleng beli tanah dengan nol rupiah ketika dilaporkan di sistem menjadi aset milik Pemkab Buleleng. Dan heran melihat, pejabat pemerintah Buleleng bermain sulap ‘Sim Salabim’,” singgungnya lagi.

Tirtawan juga menegaskan, Bupati Buleleng sebelumnya Putu Bagiada saja terbukti memberikan rekomendasi pensertifikatan tanah warga yang sudah memenuhi syarat pada tahun 2007-2008 adalah fakta tidak ada aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng di Batu Ampar.

Untuk diketahui Eks Bupati Buleleng I Putu Bagiada yang sekarang menjadi Ida Bhawati sebelumnya juga menegaskan, bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng tidak memiliki aset tanah di kawasan Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak Buleleng.

Ia pun membenarkan, bahwa dirinya pernah memberikan rekomendasi kepada warga setempat guna memohon sertifikat ke ATR/BPN Buleleng pada tahun 2008.

Senada dengan apa disampaikan Ida Bhawanti (Eks Bupati Putu Bagiada, red) Made Suwija mantan Ketua Komisi C anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten Buleleng juga menyampaikan, selama pihaknya menjabat 5 tahun tidak pernah menemukan catatan adanya aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng di wilayah Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak Buleleng Bali.

“Tidak ada aset milik Pemkab Buleleng di sana. Selama saya menjabat dari tahun 1999 sampai 2004 tidak pernah kami temukan catatan di dalam dokumen biro aset Kabupaten Buleleng,” ungkap Made Suwija kepada wartawan di Buleleng, Jumat (17/06/2022).

Made Suwija kembali menjelaskan, aset milik Pemkab Buleleng diketahui pihaknya berada di Desa Selat, Desa Sepang, Desa Tajun dan Desa Dausa.

“Di Sepang 180 hektar (Ha), di Tajun ada 47 Ha, di Selat ada 6 Ha, di Dausa ada 3 lokasi saya kurang tahu luasnya. Kalau di Batu Ampar tidak pernah saya tahu. Harusnya saya tahu waktu menjabat 5 tahun dari 1999-2004 bolak balik mengurus aset Pemkab Buleleng,” beber Made Suwija.

Seperti diberitakan sebelumnya persoalan kasus tanah Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yang telah berdiri Hotel Bali Dinasty ini mencuat setelah adanya laporan warga ke polisi tanggal 5 April 2022 atas dugaan perampasan tanah milik 55 Kepala Keluarga (KK), Dusun Batu Ampar yang menyeret nama Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana.

[ TIM BJ ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *