Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks
News  

Kasus Jero Kepisah Bukan Pidana, Tapi Ujuk-Ujuk Diduga Dipidanakan

Denpasar, Balijani.id ~ Sidang lanjutan perkara yang menyeret keluarga Jro Kepisah yaitu Anak Agung Ngurah Oka ke meja hijau kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (29/4).

Kali ini, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi ahli hukum perdata, Dr. Ketut Westra dari Universitas Udayana. Namun, keterangan ahli justru berbalik arah, menohok logika dakwaan yang selama ini dibangun oleh penuntut umum.

Westra dengan tegas menyampaikan bahwa perkara seperti yang menimpa keluarga Jero Kepisah seharusnya tidak serta-merta dibawa ke ranah pidana. Ia menekankan perlunya memilah antara ranah hukum perdata, pidana, dan tata usaha negara.

“Kalau ini soal hak waris, maka jelas masuk ranah perdata. Kalau menyangkut pembatalan produk negara seperti sertifikat tanah, itu mestinya ke PTUN. Pidana hanya relevan jika terbukti ada unsur pemalsuan dokumen, dan itu pun harus dibuktikan secara cermat,” tegas Westra di hadapan majelis hakim.

Pernyataan tersebut mempertegas kekeliruan prosedural yang sejak awal mengiringi perkara ini. Sebab, alih-alih menempuh jalur perdata atau administrasi negara, pelapor justru menempuh jalur pidana dan memidanakan seseorang atas dasar dugaan pemalsuan silsilah. Sesuatu yang sejatinya membutuhkan pembuktian genealogis, bukan kriminalisasi.

Kuasa hukum terdakwa, Kadek Duarsa, tak menyia-nyiakan momentum tersebut. Ia menilai kesaksian ahli justru mengonfirmasi bahwa perkara ini semestinya tidak pernah masuk ke ruang sidang pidana.

“Ini seharusnya sengketa waris biasa. Kalau pun ada yang merasa dirugikan atas terbitnya sertifikat, mestinya digugat di PTUN. Tapi yang terjadi justru ujuk-ujuk dipidanakan. Ini preseden buruk bagi penegakan hukum,” ujar Duarsa.

Duarsa pun mengkritik tajam arah perkara yang dinilainya dipaksakan. Menurutnya, kesaksian ahli hukum yang dihadirkan oleh jaksa justru memperkuat posisi terdakwa, sekaligus mempertanyakan motif sebenarnya di balik pelaporan ini.

“Kalau ahli dari jaksa sendiri bilang ini perdata, maka jadi pertanyaan besar: kenapa perkara ini dibawa ke pidana? Ada apa di balik ini semua?” tutupnya.

Sidang berikutnya dijadwalkan pekan depan, dan publik kini menanti apakah majelis hakim akan berani menimbang suara akal sehat, atau justru terus membiarkan kriminalisasi halus terhadap hak waris dan dokumen keluarga berlangsung di ruang-ruang sidang.

[ Reporter : Sarjana ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *