Denpasar, Balijani.id ~ Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, Bali tetap berdiri tegak dengan jati diri yang kuat. Tak hanya dikenal dunia sebagai destinasi wisata, Pulau Dewata juga menjadi benteng terakhir budaya dan adat leluhur Nusantara. Kini, muncul sebuah seruan lantang dari pucuk pimpinan penegak hukum di Bali: saatnya Bali diakui secara konstitusional sebagai Daerah Istimewa.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, Dr. Ketut Sumedana, S.I.K, M.H mengusulkan agar Bali diberikan status Daerah Istimewa seperti halnya Aceh dan Yogyakarta. Menurutnya, sejumlah keunikan dan kekuatan sosial budaya yang dimiliki Bali layak diakui secara nasional.
“Keistimewaan Bali perlu diperhitungkan dan dibuatkan undang-undang ke depan,” ujar Sumedana saat meresmikan Bale Kerta Adhyaksa di Balai Budaya Gianyar, Rabu (21/5/2025).
Sumedana menyoroti peran sentral desa adat di Bali, yang tidak hanya kuat secara budaya, tapi juga memiliki legitimasi hukum melalui Peraturan Daerah (Perda). Bahkan, struktur organisasi desa adat sudah terbentuk hingga tingkat provinsi dan dibiayai dari APBD—sebuah bukti nyata dari keistimewaan yang tak dimiliki daerah lain.
“Bahkan sudah memiliki perangkat organnya sampai ke provinsi, serta pembuatan operasionalnya ditanggung APBD provinsi adalah hal yang sangat istimewa,” imbuh mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung tersebut.
Dalam konteks agama dan budaya, Bali juga menganut asas receptio in complexu, yakni hukum adat yang selaras dengan agama yang dianut masyarakat. Hal ini memperkuat struktur sosial budaya Bali dan menjadikannya sebagai penjaga nilai-nilai warisan leluhur.
“Ini menjadi keistimewaan bagi perangkat adat Bali yang tugasnya menjaga dan melestarikannya,” ujar Sumedana dalam acara yang turut dihadiri Gubernur Bali, Wayan Koster.
Lebih lanjut, Sumedana menekankan bahwa budaya dan adat istiadat Bali bukan hanya simbol identitas, tapi juga menjadi tulang punggung sektor pariwisata, yang berdampak besar terhadap perekonomian daerah. Status Daerah Istimewa, menurutnya, bisa membuka akses terhadap insentif khusus dari pemerintah pusat.
Insentif itu diharapkan dapat memperkuat pelestarian budaya, adat, hingga perlindungan tanah leluhur Bali dari ancaman komersialisasi dan alih fungsi yang masif.
“Sebagaimana di Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak menutup kemungkinan memberlakukan hukum adat Bali sebagaimana yang kita resmikan hari ini, yaitu Bale Kerta Adhyaksa. Sebagaimana pula sebagian Daerah Istimewa Aceh yang memberlakukan qanun (hukum Islam),” tandas Sumedana.
Usulan ini membuka babak baru perdebatan nasional tentang pentingnya pengakuan formal atas warisan budaya sebagai bagian dari kerangka hukum negara.
[ Reporter : Sarjana ]