Denpasar, Balijani.id |Penyebaran tangkapan layar (screenshot) percakapan pribadi secara luas di masyarakat tanpa izin merupakan perbuatan melanggar hukum. Tindakan tersebut berpotensi terjerat Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi maupun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hal tersebut disampaikan Ketua DPD Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Provinsi Bali, I Kadek Duarsa. Duarsa menegaskan, privasi seseorang telah dijamin oleh peraturan perundang-undangan.
“Jika kita menyebarkan transkrip atau transmisi percakapan kepada pihak lain tanpa sepengetahuan atau izin lawan bicara, itu bisa dikategorikan pelanggaran,” ujarnya.
Ia menambahkan, screenshot chat pribadi bahkan dapat dianggap sebagai pencurian data pribadi. Meski pers memiliki perlindungan hukum tersendiri, Duarsa menekankan bahwa tidak semua informasi pribadi layak dipublikasikan. Terlebih jika penyebar merupakan media sosial yang notabene bukan produk pers.
“Sehingga tidak otomatis dilindungi UU Pers. Hanya pihak yang terdaftar sebagai perusahaan pers resmi yang diakui sebagai pers,” tegasnya.
Ia mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam menggunakan media sosial dan teknologi digital.
“Sedikit saja kita keliru, bisa saja berujung somasi atau tindakan hukum dari pihak yang merasa dirugikan,” kata Duarsa.
Bagi korban penyebaran data pribadi, Duarsa menyarankan melakukan langkah hukum yang dapat ditempuh antara lain mengajukan somasi atau menghubungi pihak pelaku untuk meminta klarifikasi maksud dan tujuan penyebaran.
Lebih jauh, Duarsa menyebut bahwa kasus ini juga berpotensi masuk ranah pencemaran nama baik.
“Jika isi komunikasi pribadi yang disebarkan menimbulkan dampak negatif di publik, maka pelaku bisa diproses atas dugaan pencemaran nama baik,” jelasnya.
Seperti diketahui, Publik Bali tengah dibuat gaduh oleh postingan media sosial yang menyebarkan screenshot atau tangkapan layar percakapan Ni Putu Putri Suastini Koster, istri Gubernur Bali Wayan Koster dengan pengelola akun media sosial sekaligus host podcast Jeg Bali. Postingan tersebut ramai komentar netizen bernada merundung Putri Koster.
Percakapan tersebut berawal dari undangan pengelola Jeg Bali agar Putu Suastini Koster hadir di podcast Jeg Bali. Namun, penolakan dari Putu Suastini Koster justru dijadikan bahan framing negatif di media sosial.
Pesan yang seharusnya bersifat pribadi itu diunggah ke media sosial, sehingga memancing komentar liar dan dipersepsi negatif oleh publik.
Mengetahui postingan itu, Gubernur Koster mengaku terkejut dan kecewa. Koster mengecam. Ia menilai pelaku telah bertindak keterlaluan. Koster memperingatkan tindakan ini karena dinilai tidak beretika.
“Apa yang dilakukan Jeg Bali adalah cara-cara tidak patut. Kebebasan pers bukan berarti bebas melanggar etika. Menyebarkan percakapan pribadi istri saya jelas sangat tidak pantas,” tegas Koster, Rabu (13/8).
Awalnya, Koster mengaku enggan menanggapi setiap kritik dan perundungan yang dialamatkan padanya. Baginya, fokus bekerja membangun Bali jauh lebih penting.
“Saya tidak pernah peduli orang membully (merundung) saya. Bagi saya, fokus energi untuk bekerja membangun Bali lebih penting. Namun kali ini benar-benar keterlaluan. Kalau istri dan keluarga saya diperlakukan seperti ini, saya tidak bisa tinggal diam,” ungkap Koster.
[ Editor : Sarjana ]