Badung, Balijani.id – Dramatis dan memanas. Begitu suasana yang terlihat dan dirasakan saat proses eksekusi lahan di Ungasan.
Kasus sengketa lahan seluas 5,6 hektar di wilayah Ungasan, Kuta Selatan, memasuki babak baru. Pasalnya, pada Rabu (9/2/2022) pagi, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar bersama pihak pemohon melangsungkan proses eksekusi terhadap lahan tersebut.
Proses eksekusi yang akan dilakukan berlangsung dramatis, dikarenakan mendapat perlawanan dari pihak termohon Made Suka sebagai ahli waris lahan tersebut, yang bersama-sama warga sekitar memblokade jalan menuju lokasi yang dilalui oleh tim eksekutor PN Denpasar bersama pihak Pemohon Herman Lie.
Keadaan sempat memanas, sebab tim eksekutor bersama pihak pemohon hendak melakukan eksekusi dicegat oleh ratusan warga, yang sempat menimbulkan adu mulut antara warga dan tim eksekutor. Bukan tanpa alasan, warga yang mencoba menghalangi proses eksekusi tersebut, berupaya untuk melindungi lahan yang masih ditempati Made Suka sebagai ahli waris. Dimana, pihaknya mengaku bahwa proses jual beli lahan seluas 5,6 hektar tersebut dalam perjanjian disebut-sebut cacat hukum.
Made Suka didampingi anaknya, Kadek Andiyana juga menjelaskan belum menerima pelunasan jual beli dan mengatakan bahwa proses gugatan juga sedang berjalan, sangat pihaknya sangat keberatan setelah mendengar adanya pihak juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang hendak mengeksekusi lahannya tersebut.
“Ini beli tanah baru bayar DP minta lunas dengan putusan pengadilan. Jelas eksekusinya kami tolak,” singgung Kadek Andiyana Putra, anak dari Made Suka sebagai ahli waris dari lahan yang akan dieksekusi.
Semantara itu, melihat situasi di lapangan semakin memanas sehingga membuat proses eksekusi tidak mungkin untuk dilakukan, Panitra Eksekusi Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Mathilda Tampubolon memutuskan untuk menunda eksekusi terhadap termohon Made Suka yang diajukan oleh pemohon Herman, dan meminta kedua pihak untuk melakukan mediasi untuk mencapai kesepakatan atas sengketa tanah 5,6 hektar di Ungasan tersebut. Dirinya juga menjelaskan, bahwa pada momentum ini pihak PN Denpasar hanya menjalankan tugas untuk melakukan eksekusi terhadap apa yang telah menjadi keputusan Majelis Hakim. Kedepannya, pihaknya juga terbuka untuk dapat bisa memfasilitasi mediasi antara kedua belah pihak agar bisa tercapai kemufakatan dalam kasus yang terjadi ini.
“Tidak ada saya membela si A si B, karena posisi kami Pengadilan adalah pihak yang saat ini menjalankan tugas eksekusi, tidak ada kepentingan lain. Jadi nanti, silahkan saling berhubungan satu sama lain, apabila nanti perlu difasilitasi PN Denpasar siap. Jadi, untuk saat ini eksekusi saya tunda, tetapi nanti akan kami jalankan kembali untuk waktunya kami akan kasih tau,” tegas Mathilda.
Menanggapi penundaan eksekusi oleh PN Denpasar, selaku Penasihat Hukum termohon Made Suka, Siswo Sumarto, S.H menjelaskan, bahwa pihaknya bukan bermaksud untuk menolak eksekusi yang dilaksanakan tersebut. Menurutnya, gugatan yang dilakukan oleh ahli waris, proses persidangannya masih berjalan. Jika memang nanti keputusan dan penetapannya sudah ada, pihaknya mempersilahkan proses eksekusi untuk dilakukan.
“Kita sih terbuka saja, ini kan gugatan masih berjalan. Sebisa mungkin mediasi lah, kepada pihak yang bersengketa, kami mohon untuk itu aja,” jelas pria yang akrab disapa Bowo tersebut.
Pihak pemohon, Herman Lie yang juga hadir dalam eksekusi yang berlangsung mengatakan, dirinya menerima proses mediasi dan negosiasi yang diajukan oleh pihak termohon. Namun, dirinya merasa kecewa atas proses eksekusi yang ditunda, dan akan meminta perlindungan ke Presiden (Jokowi).
“Saya kecewa negara tak hadir dalam hal ini. Saya akan minta perlindungan ke lembaga tertinggi negra, ke Presiden,” ujarnya kepada media. (002/Red)