Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks
News, Opini  

Apakah Ada Orang Baik Memilih Orang Baik Di Politik?

Oleh : Dr. Hendrawan Saragi

Peneliti Ekonomi Politik dan Pengembangan Wilayah

Jakarta, Balijani.id ~ Salah satu strategi yang biasanya dilakukan oleh para kandidat politik praktis untuk mendapatkan dukungan adalah dengan menyebarkan rasa takut. Ketakutan pada umumnya akan mengalahkan logika. Para pemilih bisa saja merasa takut dan percaya bahwa akan ada konsekuensi yang mengerikan jika kandidat yang mereka jagokan kalah dalam pemilu. Kelompok pendukung salah satu kandidat dapat mengatakan: “Setiap penghianat akan memilih lawan kami. Siapa saja yang tidak memilih yang dijagokan Pak X adalah orang bodoh, tidak melihat apa yang sudah dibuat Pak X untuk negara ini. Kalau Pak A yang terpilih maka program-program Pak X tidak akan dilanjutkan, dan kalian rakyat akan menjadi miskin dan akan kembali lagi ke masa kelam sebelum dipimpin beliau”. Penyebaran ketakutan bisa saja dilakukan untuk membuat masyarakat tetap waspada sehingga membutuhkan keamanan dari penguasa. Semakin banyak masyarakat yang ketakutan maka mereka akan semakin mudah tertipu dan akan semakin mudah diperintah.

Produksi ketakutan politik ini membuat pemilih berpikir bahwa mereka harus memilih. Ketakutan ini dapat menggerogoti kebebasan berbicara. Masyarakat yang sangat yakin bahwa pemerintah dapat menyelamatkan mereka sehinggga lama-kelamaan akan muncul sikap intoleransi terhadap siapapun yang mengungkapkan perbedaan pandangan dari penguasa. Pemilih bisa saja akan setuju dengan tindakan pembungkaman bahkan mengatakan bahwa menghilangkan nyawa orang yang tidak sejalan dengan pandangan kelompok penguasa adalah tindakan yang kudus. Penyebaran ketakutan seperti ini merupakan hasrat yang brutal yang membuat masyarakat menjadi makin susah hidupnya, sehingga diperlukan kelahiran keberanian di masyarakat.

Sehingga penyebaran slogan ‘orang baik memilih orang baik” perlu dengan berani kita hindari. Ini terlihat menyederhanakan realitas yang kompleks. Dunia politik tidak terbagi menjadi dua kutub antara yang jahat dan yang baik. Ada banyak nuansa perbedaan diantara orang-orang dan kelompok, ketika orang-orang diajak sebagai “kita versus mereka” maka akan ada kecenderungan membenci orang yang berbeda karena akan membenarkan kekerasan dengan menggambarkan konflik sebagai konflik antara kebaikan dan kejahatan. Sebaiknya kita mengakui bahwa ada berbagai kebenaran dan beragam perspektif yang valid dan mendorong dialog untuk bekerjasama mencapai kemajuan bersama. Keterbukaan pikiran terhadap kemungkinan-kemungkinan baru dan kehati-hatian yang tidak pernah berubah menjadi rasa takut.

Kita mesti mengingat bahwa pemilihan presiden bukan seperti kita belanja ke pasar dan memilih serta membeli barang-barang yang disukai, melainkan bisa dianalogikan seperti pergi ke pasar dan sesampai disana sudah diberikan tiga keranjang yang sudah diisi barang. Semua orang diberikan keranjang dengan isi yang serupa dan harus membayarnya. Barang-barang itu bisa saja bukan barang-barang yang diinginkan oleh orang-orang, tidak bisa diganti, dan diminta dibawa pulang. Walaupun orang-orang dijanjikan satu set barang tertentu di keranjang belanja pemenang pemilu, bukan berarti pemilih pasti menerima set barang tersebut. Kandidat dapat berjanji untuk memberikan kebijakan tertentu, namun ketika menang, dia bebas untuk memberikan kebijakan yang berbeda kepada para pemilih.

[ BJ/TIM ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *