Denpasar, Balijani.id| Kasus dugaan korupsi program rumah subsidi di Kabupaten Buleleng kembali bertambah babak. Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan dua tersangka baru dalam perkara penyimpangan Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Bersubsidi yang merugikan keuangan negara puluhan miliar rupiah.
Penetapan tersangka tersebut diumumkan pada Rabu, 17 Desember 2025, di Kejaksaan Tinggi Bali, setelah tim penyidik mengantongi alat bukti yang dinilai cukup dari hasil penyidikan intensif.
“Berdasarkan proses penyidikan dan alat bukti yang telah diperoleh, kami menetapkan dua orang tersangka,” disampaikan dalam keterangan resmi Kejati Bali.
Kedua tersangka tersebut masing-masing berinisial KB selaku pemilik sekaligus Direktur PT Pacung Prima Lestari, serta IK ADP yang merupakan pegawai salah satu bank penyalur Kredit Pemilikan Rumah subsidi. Keduanya diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi bantuan perolehan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Buleleng pada periode 2021 hingga 2024.
Dalam penyidikan terungkap, terdapat 399 unit Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Subsidi yang dinikmati oleh pihak-pihak yang tidak berhak atau tidak memenuhi persyaratan sebagai penerima manfaat. Penyaluran kredit tersebut bersumber dari dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Perbuatan para tersangka dinilai bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri PUPR Nomor 20 Tahun 2019 juncto Nomor 35 Tahun 2021, serta Peraturan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 2021.
Tim penyidik menemukan adanya rekayasa dokumen persyaratan atas ratusan pengajuan KPRS tersebut. Modus yang digunakan antara lain memanfaatkan KTP masyarakat yang lolos BI Checking, disertai dokumen pendukung palsu seperti surat keterangan kerja, slip gaji, dan surat keterangan penghasilan. Proses ini dilakukan melalui empat bank penyalur.
Akibat perbuatan tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp41 miliar. Sementara itu, tersangka IK ADP selaku pegawai bank disebut menerima imbalan sebesar Rp400 ribu untuk setiap unit rumah yang berhasil diakadkan.
“Dalam perkara ini, perbuatan para tersangka telah memperkaya atau menguntungkan diri sendiri maupun orang lain,” ditegaskan penyidik.
Atas perbuatannya, tersangka KB dan IK ADP dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Alternatifnya, keduanya juga dikenakan Pasal 3 dengan ketentuan pidana yang sama.
Dalam penanganan perkara ini, penyidik telah memeriksa 50 orang saksi dan tiga orang ahli. Proses penyidikan masih terus berlanjut.
“Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain yang dimintakan pertanggungjawaban pidana,” demikian penegasan Kejati Bali.
Kasus ini menjadi peringatan keras terhadap penyalahgunaan program rumah subsidi yang sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sekaligus menegaskan komitmen aparat penegak hukum dalam mengawal program bantuan negara agar tepat sasaran.
[ Editor : Sarjana ]












