Bali, Balijani.id|Gelombang pembatasan penggunaan media sosial bagi anak di bawah umur kini menguat di berbagai negara. Pemerintah dan lembaga legislatif di banyak belahan dunia mulai mengambil langkah tegas untuk mengatur akses anak ke platform digital, seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap kesehatan mental dan keselamatan anak di ruang daring.
Sejumlah negara menerapkan kebijakan pembatasan dengan pendekatan berbeda. Salah satunya melalui penerapan sistem verifikasi usia yang lebih ketat, guna mencegah anak di bawah usia minimum—umumnya 13 tahun—membuat akun media sosial secara bebas.
Di Amerika Serikat, beberapa negara bagian seperti Florida dan Utah telah meloloskan undang-undang yang melarang anak di bawah usia tertentu memiliki akun media sosial, atau mewajibkan persetujuan orang tua bagi remaja. Uni Eropa juga memperkuat perlindungan anak melalui Digital Services Act (DSA) dan General Data Protection Regulation (GDPR) yang mewajibkan platform digital menjamin privasi dan keamanan anak secara default.
Langkah serupa juga ditempuh Inggris dan Australia. Melalui regulasi seperti Online Safety Act, pemerintah mendorong perusahaan media sosial bertanggung jawab melindungi anak dari konten berbahaya dan ilegal. Namun, kebijakan ini juga memicu perdebatan global, terutama terkait kebebasan berekspresi dan tantangan teknis verifikasi usia yang aman dan efektif.
Di Indonesia, isu pembatasan media sosial bagi anak turut mendapat perhatian parlemen. Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, mendorong pemerintah untuk memperketat sistem verifikasi usia pengguna media sosial sebagai langkah perlindungan anak di ruang digital.
“Saat ini, masih banyak anak di bawah umur yang dengan mudah membuat akun media sosial tanpa adanya filter konten untuk anak di bawah umur. Pemerintah harus mewajibkan platform digital memiliki sistem verifikasi usia yang lebih ketat dan transparan,” kata Netty dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Netty menyampaikan hal tersebut untuk menanggapi rencana pemerintah membatasi penggunaan media sosial bagi anak-anak. Menurutnya, pembatasan tidak cukup jika hanya bersifat imbauan, tetapi harus diikuti kebijakan yang komprehensif dan tegas.
Ia menilai regulasi yang lebih ketat terhadap platform digital perlu dibarengi dengan keterlibatan aktif orang tua dalam mengawasi aktivitas daring anak. Tanpa pengawasan keluarga, kebijakan pembatasan dikhawatirkan tidak berjalan efektif di lapangan.
Tren global ini menunjukkan perubahan cara pandang negara-negara dalam menghadapi dampak media sosial terhadap anak. Pembatasan bukan lagi sekadar pilihan, melainkan dikenal sebagai langkah preventif untuk melindungi generasi muda dari risiko konten digital yang tidak sesuai usia.
[ Editor : Sarjana ]












