News  

TPA Ditutup, Laporkan Jika Sampah Menumpuk Tak Diangkut

Denpasar, Balijani.id| Sampah yang menumpuk di depan rumah bukan takdir yang harus diterima warga dengan pasrah. Ini bukan soal nasib, apalagi konsekuensi dari penutupan TPA. Dalam negara hukum, tumpukan sampah adalah tanda layanan publik yang gagal bekerja dan kegagalan itu punya penanggung jawab yang jelas

Undang-undang tidak pernah menggantungkan urusan sampah pada kebijaksanaan atau belas kasihan. Pemerintah kabupaten/kota diwajibkan mengangkut dan mengelola sampah rumah tangga. Jika layanan itu tidak berjalan, warga bukan hanya boleh mengeluh, tetapi berhak melapor, dan negara wajib menindaklanjuti
Karena itu, menyalahkan provinsi justru keliru arah. Pejabat Provinsi tidak ditugaskan mengangkut sampah harian dari rumah ke rumah. Perannya adalah menyusun kebijakan, membina, dan mengawasi. Pelaksana teknisnya ada di kabupaten/kota. Undang-undang menaruh tanggung jawab di sana, bukan di tempat lain.
Sejak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 berlaku, cara lama, kumpul angkut buang sebenarnya sudah dinyatakan usang. Pemerintah kabupaten/kota diwajibkan menyediakan layanan yang utuh: pemilahan, pengangkutan, hingga pengolahan. Ketidakmampuan bukan alasan, karena hukum tidak menunggu kesiapan. Ia menuntut kepatuhan.

Maka jika sampah dibiarkan menumpuk berhari-hari, persoalannya bukan pada warga, dan bukan pula pada provinsi atau gubernur. Itu kelalaian layanan kabupaten/kota. Dan setiap kelalaian layanan publik selalu melekatkan tanggung jawab pada pejabat yang berwenang.
Di titik inilah peran aparat wilayah harus ditegaskan. Dinas Lingkungan Hidup kabupaten/kota bertanggung jawab langsung. Camat, lurah, dan kepala desa bukan sekadar penerima laporan, melainkan bagian dari rantai tanggung jawab. Mereka wajib memastikan layanan berjalan di wilayahnya, bukan sekadar mencatat keluhan lalu membiarkannya menguap.

Warga pun perlu tahu ke mana harus melangkah. Laporkan secara resmi dan berjenjang, ke kelurahan atau desa, ke kecamatan, ke Dinas Lingkungan Hidup kabupaten/kota, atau melalui SP4N–Lapor! Laporan tertulis menciptakan jejak administrasi. Ia memaksa negara bekerja, bukan sekadar mendengar keluhan lalu lupa.
Tentu warga tetap punya peran. Pilah sampah di rumah, pisahkan organik dan anorganik agar tidak bau dan tidak membahayakan kesehatan. Tetapi satu hal harus digarisbawahi, pemilahan tidak menghapus kewajiban pemerintah kabupaten/kota untuk mengangkut dan mengelola sampah.

Sampah yang menumpuk bukan cermin kegagalan warga. Ini adalah alarm keras atas pelayanan publik yang lalai. Dan dalam negara hukum, menyalahkan pihak yang tidak berwenang hanya akan membuang waktu. Yang harus ditagih adalah tanggung jawab pejabat yang memang diwajibkan undang-undang.

[ Editor : Sarjana ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *