News  

PANSUS TRAP SEDANG DIUJI KEBIJAKSANAAN HUKUMNYA

Catatan : Advokat I Made Somya Putra, S.H, M.H

Denpasar, Balijani.id| Berawal dari banjir bandang di Bali yang berasal dari hancurnya tata ruang di Bali, tiba-tiba DPRD BALI bergerak membentuk pansus. Beberapa temuan yang terkejut-terkejut diawal-awal itu seperti di yang UC Silver dan Mall Bali Galeria seolah membangun harapan DPRD BALI akan “tajam atas” apalagi temuan SHM “Tahura” yang disebut terbit dengan anehnya, maka saat itu masyarakat rasanya mendapat “parasetamol” atas “demam” yang melanda.

Temuan yang menyisir sungai di awal itu, ternyata tidak dibarengi dengan PENYEGELAN usaha Kelas Kakap itu. Menariknya kemudian Pansus TRAP berkembang tidak hanya menyisir sungai, tetapi juga menyisir sawah, tebing, tapi bukan bukit dan tanah “yang hilang” karena galian, ataupun pasirnya.

Semakin menariklah isu PANSUS TRAP ini karena adanya penyegelan LIFT di Pantai Kelingking yang konon sudah berjalan 70 % tapi didukung adat dan Rumah Makan di Jati Liwih milik para petani. Perlawanan pun terjadi, riuh dan ribut berlangsung lagi yang bergeser dari BANJIR BANDANG, ke terganggunya investasi dan hak pengelolaan milik petani sawah yang mencoba peruntungan dalam usaha makan. Jadi saat ini sepertinya sebab BANJIR BANDANG sudah tidak menjadi fokus lagi.

Jika kembali isu Penyebab Banjir Bandang, yang juga gelontongan kayunya memenuhi sungai di negara menyebabkan jembatan putus maka tentunya harus dilirik penebangan pohon di hutan, pengerukan Bukit di Dawan Klungkung, atau mengatensi ributnya medsos Wayan Setiawan di Desa Tegal Tugu, yang semua terkait dengan isu Banjir bukan Kue usaha atau investasi.

Pansus TRAP seperti mendapatkan mendapatkan fresh blood dengan terbitnya  Instruksi Gubernur Bali Nomor 5 Tahun 2025 tentang alih fungsi lahan. Sebuah instruksi yang dinilai gagap setelah 6 tahun bervisi sad kerti loka bali. Anehnya perda dan peraturan yang dipakai dasar konsideran adalah 8 peraturan dari tahun 2007 sampai 2023, artinya tanpa ada intruksi, seharusnya alih fungsi lahan tidak dapat dilakukan.

Sebagian anggota DPRD Bali yang menjadi Pansus TRAP, sudah menjabat berkali-kali periode. Maka sebenarnya DPRD BALI dan pansus di Kabupaten juga GAGAP, sebab selama mereka menjabat, suara tata ruang “benyah” seperti disunyikan dan nyaris tak terdengar di parlemen Bali.

Syukur nya di DPRD BALI tidak ada yang menyalahkan pemerintah, tidak seperti DPR-RI yang berani menyinggung masalah “mundur dari jabatan menteri kehutanan”. DPRD BALI justru bekerjasama dengan pemerintah dan mengarah pada menyalahkan masyarakat seperti investor dan pengusaha dengan menghasilkan penyegelan lift investor, dan warung makan di jati luwih walaupun sebab banjir bandang beberapa waktu ini, dan disekitar tukad unda belum teratasi, dimana terdengar kalau tanah yang dijual berasal dari bukit berisi batu dan basirnya di bukit dawan dipakai untuk proyek PKB yang tanahnya sudah mahal.

BKSDA Bali pun ikut ambil bagian dengan memberi ijin pengelolaan secara ” silib” di Kintamani terhadap wilayah hutan lindung yang sudah berubah fungsi ke Taman Wisata Alam.
Dengan begitu, masalah yang ada dalam melihat menangani masalah Banjir Bandang, dan alih fungsi lahan, ternyata ditangani dengan metode kekinian, padahal prilaku merusak alam dan alih fungsi lahan, adalah prilaku kekunoan. Kuno prilaku masyarakat yang tidak taat hukum, kuno prilaku aparat yang dikenal jadi “tukang “cuk prilaku ilegal” dan prilaku kuno pemerintah membiarkan pembangunan tanpa filter dan kontrol, bahkan isu “saham kosong dan dana pemilu” dalam proyek.

Ingat, sebuah kewenangan yang absolut dapat menimbulkan korupsi, maka apakah yakin kewenangan segel menyegel tidak membuka ruang deal- dealan “uang pelicin” perijinan yang dimiliki oknum di dalam penyegel itu sendiri?
Tanpa menunjuk pihak lain dengan jari telunjuk, sedangkan empat jari mengarah diri, ada baiknya mulai saat ini kita semua berjanji dengan serius mengamalkan LEGAL SYSTEM : Legal Substansi, Legal Struktur, dan Legal Culture” yang benar.
Hendaknya prioritaskan saja penindakan tentang asal muasal alih fungsi lahan penyebab banjir bandang itu, dan bijak dalam usaha kerakyatan yang terdampak isu alih fungsi lahan ini.
Disinilah kebijaksanaan hukum para pemangku kepentingan diuji. Saya harap berhasil. Sebab Bali harus diselamatkan.. [ TIM ]
Berjayalah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *