News  

Komisi III DPR Selidiki Dugaan Mafia Tanah di Jembrana: SHM Dibatalkan, Tanah Warga “Hilang”

Jakarta, Balijani.id| Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Kamis (23/10/2025) untuk merespons aduan serius terkait dugaan penyerobotan dan penghilangan hak atas tanah di Kabupaten Jembrana, Bali. Kasus ini diduga melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jembrana dan perusahaan swasta, PT Sungai Mas Indonesia (PT SMI).

Dalam RDPU tersebut, perwakilan masyarakat dan kuasa hukum dari kantor Lusiana Giron & Partners melaporkan bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM) milik warga dibatalkan secara sepihak, sementara jalur hukum yang ditempuh korban justru dihentikan.
Ketua tim kuasa hukum pemohon, Umar Usman, menilai pembatalan sertifikat tersebut menciptakan ketidakpastian hukum dan merugikan hak konstitusional warga dalam mempertahankan kepemilikan tanahnya yang sah.

“Kami memohon agar DPR RI, khususnya Komisi III, dapat menjadi mediator untuk membuka ruang penyelesaian yang adil. SK pembatalan itu kami nilai cacat hukum dan merugikan hak konstitusional warga,” ujar Usman di hadapan Pimpinan Komisi III.

Ia berharap Komisi III dapat memfasilitasi proses klarifikasi sekaligus mendorong pemulihan hak atas tanah warga sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
SHM Dibatalkan, Tanah Warga Dikuasai Tambak

Sengketa ini bermula dari tanah milik Ni Wayan Dontri seluas 1,7 hektar (SHM 7395), yang didapatkan melalui program PTSL BPN Jembrana. Lokasi tanah tersebut berdekatan dengan objek milik Ibu Silviana Ekawati (SHM 2541), yang suaminya merupakan owner PT SMI.
Usman menjelaskan, penyerobotan terjadi ketika anak Ni Wayan Dontri mendapati tanah mereka telah dikerjakan oleh PT SMI untuk dibuat tambak.
Proses Hukum “Singkat”: Pada Februari 2025, Ni Wayan Dontri melaporkan Ibu Silviana dan PT SMI ke Polres Jembrana atas dugaan penyerobotan tanah.
Laporan Balik dan Pembatalan SHM: PT SMI kemudian merespons dengan membuat laporan informasi ke Polda Bali (Ditreskrimsus) mengenai dugaan korupsi oleh oknum ASN ATR BPN Jembrana. Laporan ini, menurut pihak pelapor, dijadikan dasar oleh Kepala ATR BPN Jembrana untuk merekomendasikan pembatalan SHM Ni Wayan Dontri.

SK Pembatalan Kanwil: Kepala Kanwil ATR BPN Provinsi Bali lantas mengeluarkan SK pembatalan dalam tempo hanya 1,5 bulan. Pihak pelapor menyebut kecepatan proses ini sebagai gerakan yang “sangat masif” dan “tiktokan” antara Polda dan Kepala ATR BPN Jembrana.
Tanah “Hilang”: Pihak Dontri menyesalkan bahwa sertifikatnya dibatalkan dan tanahnya dinyatakan “hilang” karena telah dikuasai PT SMI. Ironisnya, laporan polisi yang mereka buat di Polres Jembrana justru dihentikan penyelidikannya.

Indikasi Tumpang Tindih yang Janggal
Kuasa hukum Ni Wayan Dontri menyoroti kejanggalan pada alasan pembatalan SHM, yakni klaim tumpang tindih dengan objek tanah Silviana. Padahal, kedua objek tanah tersebut memiliki Nomor Identifikasi Bidang (NIB) dan riwayat perolehan yang berbeda.

“Tanah Ni Wayan Dontri berasal dari PTSL, sementara tanah Silviana dibeli dari Pan Dontri, ayah Silviana,” jelas Usman.

Anggota DPR RI menyimpulkan adanya indikasi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh “oknum-oknum” terkait dalam kasus ini.

Komisi III Akan Panggil Pihak Terkait
Menanggapi aduan ini, Pimpinan Rapat RDPU, Bimantoro Wiyono, S.H, menyatakan Komisi III akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai mekanisme internal.

“Komisi III akan menggunakan tenaga ahli untuk mendalami, memetakan, dan mengambil keputusan yang seadil-adilnya,” ujar Bimantoro.

Ia menegaskan, Komisi III akan segera memanggil dan mengklarifikasi semua pihak yang dilaporkan, termasuk Kepolisian, BPN (ATR/BPN), dan pihak swasta (PT SMI), dalam rapat-rapat selanjutnya.

“Komisi III berjanji akan memproses kasus ini untuk mencari solusi, titik temu, dan menemukan keadilan bagi masyarakat,” pungkasnya.

Meskipun upaya hukum yang diajukan kepada Kapolri, Presiden, dan Menteri ATR BPN belum membuahkan hasil, Komisi III menegaskan komitmen untuk tetap mengawal dalam memberikan perlindungan hukum dan mendukung upaya pemulihan hak atas tanah warga.

[ Editor : Redaksi BJ ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *