Denpasar, Balijani.id| Polemik pagar beton yang menutup akses warga di kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park, Ungasan, Badung, kini memasuki babak baru. Desakan pembongkaran semakin keras, baik dari DPRD Bali maupun Gubernur Bali Wayan Koster.
Usai rapat paripurna DPRD Bali, Koster menegaskan bahwa kepentingan masyarakat harus ditempatkan di atas segalanya. Ia meminta manajemen GWK tidak lagi mengulur waktu.
“Buka saja tembok itu. Tidak ada ruginya bagi GWK, justru itu bentuk kepedulian pada warga sekitar,” ujar Koster, Senin (29/9/2025).
Nada tegas juga datang dari Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya. Ia menyatakan pihaknya siap mengeluarkan surat resmi untuk memberikan kewenangan kepada Satpol PP dan Pemkab Badung jika pagar tidak dibongkar malam ini.
“Saya baca di deadline-nya itu hari ini jam 12 malam. Kalau seandainya tidak dibongkar, besok (Selasa, 30/9/2025) saya akan tanda tangan surat yang isinya memberikan kewenangan penuh kepada eksekutif sebagai eksekutor dan Satpol PP untuk membongkar, dan tembusannya kepada Pemkab Badung karena wilayahnya ada di Pemkab Badung,” tegasnya.
Namun, DPRD menilai manajemen GWK justru abai terhadap undangan resmi. Ketua DPRD yang akrab disapa Dewa Jack itu mengaku kecewa dengan sikap pengelola.
“Kita menunggu apakah GWK akan menemui kita. Kalau surat banyak kita terima, tapi orangnya nggak pernah nongol. Itu masalahnya,” ujarnya.
Sorotan lebih keras datang dari Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali, Made Supartha. Ia menilai masalah GWK sudah melampaui sekadar sengketa akses jalan.
“Karena masalah ikutannya banyak sekali. Bukan hanya masalah pembangkangan dan penutupan warga yang ada di belakangnya, ditembok. Itu sudah pelanggaran HAM,” kata Supartha.
Bahkan, ia menegaskan penutupan pura hingga jalur warga adalah pelanggaran serius yang bisa diproses pidana.
“Ada pura yang juga (aksesnya) ditutup. Itu kan nggak benar. Ini ada apa? Dipanggil juga nggak datang. Ini pelanggaran tatib. Ada juga Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik dilanggar. Tidak diberikan ruang informasi. Ada pidananya. Nutup jalan juga ada pidananya. Dari segi konsep Dewata Nawa Sanga harusnya ada di Utara. Kenken ini dinas yang memberikan izin? Bongkar aja, kita punya kewenangan yang nanti harus diikuti eksekutif,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Bali I Wayan Disel Astawa sejak sepekan lalu sudah memberi batas waktu. Menurutnya, penutupan jalan yang berlangsung setahun terakhir jelas merugikan warga.
“Hal-hal yang menyangkut kepentingan masyarakat lokal di situ harus segera dibuka,” ucapnya.
Keluhan juga datang dari warga Ungasan. Mereka merasa aktivitas sehari-hari terganggu, anak sekolah terpaksa memutar lebih jauh, dan pekerja menambah biaya transportasi.
“Dulu lewat sini paling 10 menit sampai jalan utama, sekarang bisa 25 menit lebih. Kami hanya minta dibukakan jalan seperti dulu,” ungkap Made Arimbawa, salah satu warga.
Hingga berita ini diturunkan, manajemen GWK belum memberi tanggapan resmi. Sebelumnya, pengelola berdalih pembangunan pagar dilakukan di atas lahan perusahaan dan telah melalui sosialisasi internal.
Kini semua mata tertuju pada tenggat tengah malam ini. Jika pagar tidak juga dibongkar secara mandiri, DPRD Bali memastikan pembongkaran paksa akan digelar Selasa besok.
[ Editor : Sarjana ]