Gianyar, Balijani.id| Gubernur Bali, Wayan Koster, kembali menegaskan komitmennya dalam membangun SDM unggul melalui program prioritas Satu Keluarga Satu Sarjana. Dalam arahannya di Wantilan Pura Samuan Tiga, Gianyar, Kamis (10/7), Koster mengajak seluruh elemen, mulai dari pemerintah daerah, perguruan tinggi, hingga sektor swasta, untuk bahu-membahu memperluas akses pendidikan tinggi bagi keluarga kurang mampu.
“Semua perguruan tinggi di Bali berkontribusi untuk menggratiskan seluruh biaya pendidikan selama kuliah untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu,” tegas Koster dalam sambutannya.
Pemerintah Provinsi Bali saat ini telah membentuk tim khusus untuk mengawal jalannya program dan sedang menyelesaikan tahap pelaporan kedua. Sejumlah perguruan tinggi telah diajak bekerja sama untuk menyediakan beasiswa penuh, sementara pemerintah provinsi menanggung biaya hidup mahasiswa, termasuk akomodasi, guna memastikan mereka dapat belajar tanpa beban finansial.
Keberhasilan awal program ini terlihat jelas di Kabupaten Gianyar. Sebanyak 187 lulusan SMA/SMK berhasil masuk perguruan tinggi tanpa tes, dengan seluruh pembiayaan ditanggung oleh Pemkab Gianyar, termasuk uang kos. Kabupaten ini bahkan menargetkan bisa menyekolahkan 1.000 mahasiswa dari keluarga miskin pada 2026.
“Kemarin di Gianyar dia sudah menjalankan program ini. Sudah masuk dia 187 lulusan SMA-SK ke perguruan tinggi melalui jalur tanpa tes, dibiayai penuh oleh Pemda Gianyar. Pun dibiayai sampai uang kosnya. Nah kalau Gianyar bisa, kabupaten lain bisa dong. Gianyar targetnya tahun 2026, 1000,” ungkap Koster.
Melihat potensi ini, Gubernur Koster menginstruksikan Dinas Pendidikan Bali untuk segera berkoordinasi dengan seluruh kabupaten/kota agar pelaksanaan program dapat dilakukan secara serentak dan menyeluruh, dengan menyasar keluarga yang belum memiliki sarjana.
Gubernur Koster juga menyoroti angka partisipasi pendidikan tinggi di Bali yang saat ini berada di 38 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional (32 persen), namun masih jauh dari target ideal.
“Jadi ini (Program Satu Keluarga Satu Sarjana) akan sangat menolong ini. Angka partisipasi masuk ke perguruan tinggi kita di Bali sekarang 38 persen. Nasionalnya 32 persen. Kita lebih tinggi, tapi kita harus lebih tinggi lagi. Kalau bisa 50 persen,” ujarnya.
Sebagai langkah strategis, Pemprov Bali juga mengajak perusahaan-perusahaan melalui skema CSR untuk turut menanggung biaya pendidikan bagi siswa dari keluarga tidak mampu. Dari sekitar 61.000 lulusan SMK per tahun, diperkirakan ada 6.000 siswa yang masuk kategori kurang mampu, dan jumlah ini akan ditangani secara gotong royong oleh pemerintah dan sektor swasta.
“Kalau 6.000 ini keroyokan, provinsi, kabupaten, kota, gotong-royong semua, selesai. Kita join. Bisa juga dengan sejumlah perusahaan, dia juga nanggung dengan CSR-nya sampai selesai. Nanti kumpulkan dia untuk berkontribusi dalam langkah membangun SDM Bali unggul,” pungkas Koster.
Dengan pendekatan kolaboratif dan semangat gotong royong, program Satu Keluarga Satu Sarjana diharapkan menjadi tonggak penting bagi pemerataan pendidikan tinggi di Bali. Upaya ini tak hanya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, tapi juga memperkuat fondasi Bali menuju masa depan yang inklusif, cerdas, dan berdaya saing global.
[ Reporter : Sarjana ]