Denpasar, Balijani.id ~ Bali memang luar biasa. Di tengah guncangan akibat pandemi, Pulau Dewata justru mampu menemukan momentum kebangkitannya melalui ekonomi kreatif. Keberhasilan ini bukan terjadi secara tiba-tiba, tapi merupakan buah kerja keras, visi, dan transformasi yang matang. Hal itulah yang disampaikan Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, saat bertemu Gubernur Bali Wayan Koster di Jayasabha, Denpasar, Jumat (13/6).
“Bali adalah success story dari UU Ekraf. Hampir semua subsektor hidup di sini. 17 subsektor yang kita tetapkan dari fashion, kuliner, seni pertunjukan, arsitektur, desain, film, musik, hingga konten digital dan AI semuanya berkembang di Bali,” jelas Riefky.
Selain menjadi percontohan, Bali juga tengah mendorong pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Langkah ini dianggap penting demi terciptanya sinergi yang lebih luas dan konkret. “Selama ini, bidang ekonomi kreatif hanya ada di bawah dinas pariwisata atau kabid. Output-nya hanya paper. Seharusnya outputnya adalah pelaku, pengusaha muda, dan karya nyata. Maka kami ingin mendorong lebih konkret pembentukan dinas ini agar sinerginya kuat,” katanya.
Selain menyampaikan dukungannya terhadap inisiatif kreatif di Bali, Riefky juga menekankan perlunya perlindungan hukum dan regulasi ekonomi kreatif demi menjaga kepentingan pelaku lokal.
“Kita tidak ingin kreativitas anak muda hanya dibeli murah oleh investor asing. Kita harus kuatkan posisi pelaku lokal dan melindungi potensi besar yang dimiliki anak-anak muda kita.”
Sementara itu, Gubernur Koster menyebut transformasi ekonomi kreatif memang menjadi kunci penting demi menjaga perekonomian Bali di tengah goncangan.
“Ekonomi kreatif di Bali harus dibangun dari basis lokal. Kita tidak punya tambang, yang kita punya adalah budaya yang hidup. Karena itu, saya fasilitasi anak-anak muda yang kreatif, seperti pembuatan produk fashion, kriya, hingga digital. Ini basis untuk masa depan.”
Transformasi tersebut bukan sebatas wacana. Dalam visi Koster, perekonomian nantinya tidak bergantung pada pariwisata saja, tapi juga pada enam sektor unggulan, yaitu pertanian, perikanan, manufaktur, koperasi dan UMKM, ekonomi kreatif dan digital, dan pariwisata sebagai pelengkap.
“Kalau pariwisata terganggu, ekonomi Bali masih dapat bertahan. Ini adalah ide besar yang sedang kami bangun.”
Selain itu, Koster tengah menyiapkan Badan Ekonomi Kreatif dan Digital demi mewadahi pelaku kreatif, memberikan regulasi yang berpihak, permodalan, dan akses pasar.
“Kalau tidak dilindungi, (UMKM, red) yang kecil-kecil akan mati. Makanya harus ada regulasi yang berpihak dan lembaga yang kuat. Saya yakin ekraf adalah ekonomi masa depan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.”
Sekretaris Kementerian Ekraf, Dessy Ruhati, turut memberikan dukungannya.
“Bali luar biasa. Ketika semua daerah limbung karena pandemi, subsektor ekraf di Bali justru menjadi penyelamat ekonomi. Ketika ekonomi kreatif dipadukan dengan digital, dampaknya luar biasa. Bali jadi contoh nasional yang ideal.”
Dessy juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah demi percepatan penguatan kelembagaan, literasi bisnis, dan akses terhadap pasar dan investasi.
Pertemuan kemudian diakhiri dengan pertukaran cenderamata, di mana Gubernur Wayan Koster menyerahkan kain endek Bali kepada Menteri Ekonomi Kreatif.
Kain endek, produk perajin binaan Dekranasda Bali, memang tengah mendunia dan digunakan oleh rumah mode internasional, Christian Dior. Hal ini menjadi sebuah kebanggaan sekaligus bukti bahwa kreatifitas dan kearifan lokal mampu bersaing di kancah internasional.
[Editor: Sarjana]