GTI Bongkar Dugaan Rekayasa Jabatan! Pensiunan Administrator Kejaksaan Naik JPT di KemenHAM

Dugaan Rekayasa Jabatan JPT KemenHAM
Foto: Ilustrasi ASN Berpangkat Tinggi (11/06)

Jakarta, Balijani.id | Dugaan pelanggaran administratif dalam promosi jabatan di tubuh Kementerian HAM memicu pertanyaan serius dari masyarakat. Gerakan Terdepan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Indonesia (Garda Tipikor Indonesia), organisasi masyarakat sipil yang aktif dalam pengawasan tata kelola pemerintahan, secara resmi menyampaikan permohonan informasi dan tindak lanjut kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait pengangkatan salah satu pejabat eselon II yang diduga tidak memenuhi persyaratan batas usia sesuai peraturan perundang-undangan.

Kementerian HAM kembali menjadi sorotan setelah pengangkatan seorang pejabat struktural yang telah memasuki usia 58 tahun langsung menempati posisi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama, sebuah langkah yang dipertanyakan banyak pihak. Organisasi masyarakat sipil, Garda Tipikor Indonesia (GTI) telah secara resmi mengirimkan permohonan informasi dan tindak lanjut kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) atas dugaan pelanggaran sistem merit dan ketentuan kepegawaian nasional.

Deri Hartono, Sekretaris Jenderal DPP Garda Tipikor Indonesia (GTI) mempersoalkan pengangkatan dengan inisial H.M., S.H., M.H. sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM Provinsi Sumatera Selatan pada Maret 2025, dalam usia 58 tahun, padahal yang bersangkutan baru saja memasuki usia pensiun secara struktural dari jabatan administrator, yakni sebagai Kepala Kejaksaan Negeri di salah satu kabupaten di NTT.

Merujuk pada Pasal 107 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, ditegaskan bahwa:

“Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama harus berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun pada saat pengangkatan,”

ujar Deri dalam keterangannya kepada JurnalPatroliNews, di Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Lanjutnya, sesuai Pasal 107 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020, pengangkatan ke JPT Pratama hanya dapat dilakukan kepada PNS yang berusia maksimal 56 tahun saat diangkat, kecuali yang bersangkutan pernah menjabat JPT Pratama sebelumnya.

“Yang bersangkutan belum pernah menduduki JPT Pratama. Maka sesuai aturan, seharusnya promosi langsung dari pejabat administrator ke JPT Pratama hanya dimungkinkan apabila usia belum melewati 56 tahun,”

tegas Sekjen GTI dalam isi redaksional surat resminya.
Keganjilan ini menjadi bahan perbincangan luas di kalangan ASN. Banyak pejabat administrator dari berbagai instansi yang telah mencoba promosi ke JPT Pratama ditolak karena telah melewati usia 56 tahun, meskipun memiliki pengalaman dan kompetensi yang kuat.

“Namun ini kok bisa? Ada apa?”

tulis salah satu ASN dalam forum internal yang disampaikan kepada GTI.
Deri pun menyebut bahwa kasus ini berpotensi mencederai keadilan dan prinsip kesetaraan dalam sistem merit. Lebih ironis, pelanggaran ini terjadi di instansi yang seyogyanya paling memahami hukum dan aturan administrasi negara.

“Menurut hemat kami, dampak dari cacat hukum dalam promosi atau pengangkatan yang tidak sah dapat menimbulkan implikasi terhadap kewenangan pejabat bersangkutan. Jika hal seperti ini dibenarkan, kepercayaan terhadap sistem birokrasi bisa terkikis,”

papar Sekjen GTI dengan lugas.
Menurutnya, dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c jo. Pasal 17 ayat (2) huruf a UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa Keputusan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat diartikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.

Lanjutnya, mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya menjadi teladan utama dalam kepatuhan terhadap hukum. Jika aturan yang dibuat tidak ditaati oleh pengelola negara sendiri, maka bagaimana masyarakat dapat diminta untuk patuh?

“Kami tidak sedang mempermasalahkan individu, melainkan sistem. Jika pemerintah tidak tunduk pada aturan dan tidak menjadi contoh, bagaimana masyarakat bisa percaya dan patuh terhadap hukum? Kami hanya ingin pemerintah menjadi teladan yang baik,”

tegas Deri.

“Kita semua sadar bahwa wewenang itu dibatasi oleh aturan. Bahkan hak asasi sekalipun, tidak bersifat absolut dalam penerapannya pun dibatasi oleh hukum,”

lanjutnya.
Atas dasar itu, jika benar faktanya GTI meminta langkah tegas dari BKN untuk:
Menyatakan secara resmi bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap sistem merit dalam pengangkatan dimaksud agar segera mungkin melakukan peninjauan kembali terhadap keputusan penetapan jabatan tersebut.

Dalam kasus hal seperti ini agar tidak menjadi preseden buruk dalam sistem kepegawaian nasional, karena bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum dalam Pasal 2 UU ASN khususnya pengaturan kualifikasi syarat umur pengangkatan jabatan JPT Pratama.

“Meminta kepada PPK meninjau kembali pengangkatan pejabat JPT Pratama yang tidak sesuai kompetensi terkait dengan bidang kepegawaian,”

pungkasnya.
Diketahui, surat pengaduan Garda Tipikor Indonesia (GTI) juga ditembuskan ke berbagai pihak Lembaga terkait. Publik kini menunggu ketegasan BKN dalam menegakkan integritas dan konsistensi hukum dalam sistem ASN, serta memastikan bahwa jabatan publik tidak lagi menjadi ruang kompromi terhadap aturan yang telah ditetapkan bersama.

Pengangkatan JPT Pratama usia 58 tahun, Dugaan pelanggaran sistem merit ASN, PP 17 Tahun 2020 JPT Pratama, ASN promosi jabatan melanggar aturan, Hukum administrasi ASN KemenHAM, Garda Tipikor Indonesia GTI, Badan Kepegawaian Negara, ASN Sumatera Selatan promosi, Jabatan eselon II tidak sah, Pelanggaran aturan kepegawaian nasional

[Editor: Dwikora A.S]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *