Denpasar, Balijani.id | Ketegasan Gubernur Bali Wayan Koster kembali membuahkan hasil. Setelah menghadapi tekanan dari perusahaan besar, PT Tirta Investama (Aqua) akhirnya resmi menghentikan produksi air minum dalam kemasan (AMDK) botol plastik di bawah 1 liter di Bali. Keputusan ini menyusul sikap keras Gubernur Koster yang tanpa kompromi menegaskan pelarangan total peredaran AMDK plastik kecil paling lambat Desember 2025.
Langkah Aqua ini menjadi kemenangan moral sekaligus konkret bagi perjuangan Bali dalam menekan laju sampah plastik sekali pakai, selaras dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 dan Surat Edaran Gubernur Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
Gubernur Koster bahkan mengumpulkan seluruh produsen dan distributor AMDK dalam rapat resmi di Gedung Kertha Sabha, Denpasar, Selasa (10/6), guna mempercepat implementasi larangan produksi, distribusi, dan penggunaan AMDK plastik kecil, termasuk tas kresek, pipet, dan styrofoam.
Dalam pertemuan itu, Gubernur asal Desa Sembiran itu menegaskan:
“Saya sudah tidak ada kompromi mengenai hal ini. Saya ingin menjaga lingkungan Bali yang masalah sampah plastiknya sudah semakin memprihatinkan.”
Koster menargetkan tidak ada lagi AMDK botol plastik di bawah satu liter yang beredar di Bali mulai tahun 2026. Ia memberi waktu transisi hingga Desember 2025 untuk menghabiskan stok lama.
Selain industri, Koster juga menyorot peran masyarakat adat. Ia melarang penggunaan AMDK plastik kecil dalam upacara adat dan meminta para Bendesa Adat ikut menjadi garda terdepan dalam pengurangan plastik.
“Pas upacara agama bisa menggunakan tumbler atau gelas tidak dari plastik. Intinya kurangi penggunaan plastik,” ujarnya.
Jika ada pelanggaran, Pemerintah Provinsi Bali tak segan-segan menjatuhkan sanksi berupa surat peringatan hingga pencabutan izin usaha.
Keputusan Aqua menghentikan produksi kemasan kecil ini menunjukkan bahwa kekuatan modal pun bisa tunduk pada semangat lingkungan jika dihadapkan pada kepemimpinan yang konsisten dan tegas. Selama ini, kemasan di bawah satu liter menjadi salah satu penyumbang terbesar limbah plastik di Bali, yang kerap mencemari pantai, sungai, hingga kawasan suci.
“Ini bukan sekadar soal regulasi. Ini soal komitmen menjaga Pulau Bali agar tetap bersih, suci, dan lestari,” tegas Koster.
Langkah ini pun mendapat apresiasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Bali bahkan disiapkan menjadi pilot project nasional untuk pelarangan plastik sekali pakai.
“Jika ini berhasil, maka akan diberlakukan secara nasional,” tambahnya.
Para produsen AMDK menyatakan dukungan terhadap kebijakan ini, meski meminta waktu untuk menghabiskan stok. Perwakilan pusat perbelanjaan seperti Living World juga menyatakan kesiapan penuh untuk tidak menjual AMDK plastik kecil apabila tidak lagi disuplai.
“Baru dikeluarkan saja aturan ini sudah langsung dapat apresiasi dan kunjungan wisatawan langsung naik. Ini membuktikan wisatawan mengharapkan Bali yang bersih. Jadi semua pihak harus kerja sama,” tegas Koster.
Kini Aqua telah melunak. Pertanyaannya, siapa lagi yang masih berani keras kepala di hadapan kebijakan tegas demi Bali yang lebih bersih, suci, dan lestari?
[ Reporter : Sarjana ]