News  

Terobosan Pendidikan Bali: Gubernur Bali Wayan Koster Gaungkan “Satu Keluarga Satu Sarjana” melalui Gotong Royong

Gubernur Bali Wayan Koster gaungkan program Satu Keluarga Satu Sarjana
Foto: Gubernur Wayan Koster saat rapat koordinasi di Jayasabha, Denpasar (02/06)

Denpasar, Balijani.id ~ Sebuah langkah berani dan penuh harapan untuk masa depan pendidikan di Bali digaungkan oleh Gubernur Wayan Koster dalam Rapat Koordinasi yang digelar di Gedung Kertasabha, Jayasabha, Denpasar, Senin (2/6). Di hadapan para pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta se-Bali, Gubernur Koster dengan lugas memaparkan visi “Satu Keluarga Satu Sarjana” melalui semangat gotong royong, sebuah program afirmasi yang menyentuh relung hati masyarakat tak mampu di Pulau Dewata. Dengan nada penuh keyakinan dan empati, Gubernur Koster menegaskan,

“Program ini pada dasarnya dimaksudkan untuk membantu keluarga-keluarga tidak mampu agar anak-anak mereka bisa menempuh pendidikan tinggi.”

Beliau menekankan relevansi budaya gotong royong Bali sebagai fondasi utama program ini, sebuah nilai luhur yang telah mengakar dalam kehidupan bersama.

“Ini bukan semata-mata soal beban, tetapi justru tentang keberpihakan sosial, tentang menyentuh kehidupan anak-anak bangsa yang selama ini hanya bisa bermimpi kuliah. Kalau ada 1 keluarga di desa bisa punya 1 sarjana, itu akan mengangkat kualitas hidup mereka ke depan,”

imbuhnya, menyiratkan harapan besar akan perubahan sosial yang signifikan. Pernyataan Gubernur disambut positif oleh berbagai pihak, menunjukkan komitmen bersama untuk mencerdaskan generasi penerus.

Rektor Universitas Mahasaraswati, mewakili Perguruan Tinggi Swasta (PTS), menyatakan kesiapan mereka untuk membantu menggratiskan biaya pendidikan bagi mahasiswa penerima afirmasi.

“Ini adalah bentuk dukungan nyata dari kami, meskipun kami bukan perguruan tinggi negeri,”

ujarnya, menegaskan keterbatasan PTS dalam menanggung biaya hidup mahasiswa.

Usulan PTS untuk membatasi program studi dengan biaya tinggi, seperti kedokteran, juga mencerminkan rasionalitas dan keberlanjutan program. Senada, perwakilan UNDIKNAS, dengan pengalaman panjang dalam program beasiswa sejak 2010, menegaskan dukungan penuh terhadap upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bali.

Kendala utama yang mereka soroti adalah mekanisme bantuan biaya hidup, seperti uang kos dan transportasi. Solusi kreatif pun diusulkan, seperti pemanfaatan program Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk wilayah 3T guna mengurangi beban biaya hidup.

Poltekkes Kemenkes Denpasar, melalui tiga jalur seleksi termasuk jalur ekonomi tidak mampu, telah membuktikan komitmen serupa dengan 150 mahasiswa penerima UKT gratis. Namun, biaya hidup tetap menjadi tantangan, dan mereka berharap Pemprov bersedia menanggungnya agar jumlah mahasiswa penerima dapat diperluas.

Sementara itu, STKIP Agama Hindu Amlapura dengan 90% mahasiswanya merupakan penerima beasiswa, dan Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional dengan program beasiswa internal, juga menyatakan kesiapan mereka untuk berpartisipasi. Usulan dari Institut Pariwisata mengenai “kelas khusus” atau “target kuota proporsional” diapresiasi oleh Gubernur sebagai model kerjasama yang efektif.

Ketua Forum Rektor Bali, yang juga Rektor Universitas Udayana, memberikan pandangan dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Beliau menjelaskan perbedaan karakteristik PTN dalam penerimaan mahasiswa baru dan skema UKT. Meskipun belum memiliki mekanisme UKT nol rupiah, Universitas Udayana telah menerapkan UKT level 1, 2 dan sebagainya yang terjangkau, serta mengelola beasiswa KIP Kuliah dari pemerintah pusat.

Rektor ISI Denpasar menyoroti masalah penentuan penerima Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP-K) yang terpusat di Kementerian, sehingga sebagian besar penerima berasal dari luar Bali, padahal kebutuhan lokal sangat tinggi. Beliau mengusulkan Gubernur Bali untuk mendorong penambahan kuota KIP-K bagi Bali dan memberikan kewenangan daerah atau kampus lokal untuk menentukan kandidat penerima sesuai kondisi riil di lapangan.

Dalam semangat sinergi, Ketua Forum Rektor Bali mengusulkan agar beasiswa daerah difokuskan bagi mahasiswa Bali yang benar-benar berasal dari keluarga miskin dan belum memiliki sarjana dalam keluarganya. Beasiswa juga diharapkan selaras dengan kebutuhan pembangunan daerah dan memiliki sistem keberlanjutan agar tidak terhenti ketika terjadi pergantian kepemimpinan Kepala Daerah.

Salah satu poin krusial yang ditekankan oleh Gubernur adalah validasi calon mahasiswa kurang mampu. Beliau mengusulkan agar tidak hanya mengandalkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kepala desa/dusun, melainkan melibatkan validasi silang dari Dinas Sosial dan pengecekan lapangan langsung oleh tim Pemprov Bali. Hal ini untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan mencegah penyalahgunaan.

Disepakati bahwa perguruan tinggi akan fokus pada aspek akademik dan seleksi penerimaan, sementara urusan verifikasi kondisi sosial ekonomi akan ditangani oleh pemerintah daerah. Ini adalah pembagian tugas yang jelas, mencerminkan efisiensi dalam pelaksanaan program.

Rapat koordinasi ini diakhiri dengan suasana optimis dan penuh apresiasi. Para peserta menyambut baik forum ini sebagai momen bersejarah, kali pertama lembaga pendidikan dan pemerintah duduk bersama membahas akses pendidikan tinggi masyarakat Bali secara kolektif.

Harapan besar tersemat agar diskusi ini menjadi titik awal program bersama yang lebih terstruktur dan berkelanjutan, demi tercapainya Bali yang cerdas, berdaya saing, dan sejahtera melalui pendidikan.

[Editor: Sarjana]

Program Satu Keluarga Satu Sarjana Bali, Beasiswa Mahasiswa Bali Tidak Mampu, Pendidikan Gratis Bali Gubernur Koster, KIP Kuliah Bali, UKT Gratis Bali, Gotong Royong Pendidikan, IPM Bali, Pendidikan Tinggi Bali, Forum Rektor Bali, Validasi Beasiswa Mahasiswa Bali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *