Warga Adat Tigawasa Geram! Pembangunan ‘Mepet Pura’ Diduga Langgar Kesepakatan dan Sakralitas Ruang Suci

Warga Adat Tigawasa protes pembangunan dekat Pura Segara di Buleleng
Foto: Aksi warga Desa Adat Tigawasa audiensi ke DPRD Buleleng terkait pembangunan dekat Pura Segara, 31 Mei 2025.

Buleleng, Balijani.id ~ Konflik antara sakralitas dan pembangunan kembali mencuat di Kabupaten Buleleng. Kali ini, Desa Adat Tigawasa angkat bicara lantang atas proyek pembangunan yang dinilai mencederai nilai-nilai adat dan kesepakatan warga. Aksi audensi ke gedung DPRD Buleleng pun digelar sebagai bentuk protes dan permintaan keadilan.

Wayan Suyama, yang mewakili bage bahan Prajuru Desa Adat Tigawasa, mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Buleleng dengan satu tujuan: meminta kejelasan soal tata ruang dan etika pembangunan yang kini dipertanyakan oleh masyarakat adatnya. Menurutnya, pembangunan yang tengah berlangsung di Dusun Sangiang , Desa Kaliasem, tepatnya di kawasan suci Pura Segara, telah melanggar aturan tak tertulis yang dijunjung tinggi oleh leluhur mereka.

“Dulu dalam tradisi kami, pembangunan harus melalui proses yang disebut timpugan semacam penyucian atau restu spiritual dari kawasan suci. Tapi sekarang, bangunan itu berdiri hanya berjarak 4 meter dari pura, bahkan posisinya lebih tinggi dari pura kami. Ini sudah sangat mencederai nilai sakral,” jelas Suyama dengan nada tegas.

Ia menambahkan bahwa warga bukan hanya mempertanyakan jarak pembangunan yang begitu dekat, tetapi juga dugaan pelanggaran terhadap kesepakatan sebelumnya yang dibuat antara pihak pengembang dan tokoh adat.

“Informasi yang kami dapat, seharusnya urutan pembangunannya itu dari pura lalu taman, baru jalan dan parkiran. Tapi yang kami lihat, sekarang malah langsung dibangun jalan dan bangunan permanen. Ini bentuk pelanggaran kesepakatan yang tidak bisa kami diamkan,” tegasnya lagi.

Mereka pun berharap kepada Ketua DPRD dan instansi terkait untuk bertindak dan meluruskan persoalan ini sebelum gejolak sosial makin memanas.

“Kami ingin wakil rakyat hadir sebagai penyeimbang, bukan membiarkan ketimpangan ruang suci dengan bangunan komersil terus terjadi,” tandas Suyama.

Menanggapi hal ini, Ketua DPRD Kabupaten Buleleng, Ketut Ngurah Arya, menyatakan pihaknya akan segera menindaklanjuti aduan masyarakat tersebut. Ia mengakui bahwa belum ada peninjauan langsung ke lokasi pembangunan, namun menggarisbawahi pentingnya menjaga posisi pura dalam skema tata ruang.

“Secara umum, berdasarkan peraturan daerah, pembangunan di sekitar pura mestinya memperhatikan radius 100 meter. Namun, kalau ini adalah kawasan milik desa dan telah ada musyawarah, maka bisa saja ada pengecualian. Tapi tetap, pura itu tidak boleh dikalahkan secara posisi atau nilai,” jelas Ngurah Arya.

Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya akan segera menggelar peninjauan lapangan.

“Kemungkinan Kamis atau Jumat, Komisi 1 dan Komisi 2 DPRD akan turun langsung ke lokasi. Kami akan bertemu dengan warga, tokoh adat, dan pihak pengembang untuk mencari solusi yang adil. Harapannya, pembangunan tetap berjalan tapi tanpa merugikan nilai-nilai suci dan kesepakatan warga,” pungkasnya.

[ Reporter : Sarjana ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *