Denpasar, Balijani.id ~ Enam tahun sudah Peraturan Gubernur Bali No. 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) disahkan. Namun, kenyataan di lapangan masih menyedihkan. Pola lama tetap bercokol: sampah dikumpulkan, diangkut, lalu dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Bau menyengat, gunungan sampah, dan ancaman kesehatan menjadi pemandangan yang kian akrab. Regulasi pun seperti “macan ompong” ada, tapi tak digigit.
Melihat kondisi ini, Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Palemahan Kedas (PSBS PADAS), Ny. Putri Koster, kembali menggelorakan ajakan aksi nyata. Lewat Zoom Meeting dari Jayasabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali di Denpasar, Jumat (30/5), ia menegaskan pentingnya kesadaran kolektif dan tanggung jawab pribadi dalam mengelola sampah, terutama di lingkungan tempat ibadah.
“Sampahmu adalah tanggung jawabmu. Jangan kotori desa lain dengan sampah yang kita hasilkan. Kita bangun kesadaran untuk mengelola sampah kita sendiri,” tegasnya.
Putri Koster menyoroti bahwa tanggung jawab utama berada di tangan desa. Kepala desa dituntut menciptakan sistem pengelolaan sampah yang sesuai dengan karakter wilayahnya, termasuk rumah tangga, tempat ibadah, pasar, hingga fasilitas umum lainnya. Tujuannya satu: sampah selesai di desa.
Dalam arahannya, ia menyampaikan tiga solusi praktis dan aplikatif:
1. Sampah dapur diolah menjadi eco-enzyme dengan metode tong komposter atau “tong edan”.
2. Sampah organik, seperti sisa upakara atau dedaunan, dikelola dengan sistem teba modern.
3. Sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) disalurkan ke TPS3R atau TPST.
“Sistem teba modern ini tidak hanya untuk rumah tangga, tempat ibadah juga bisa membuatnya di jaba atau halaman luar. Tanamkan kesadaran umat untuk menjaga kebersihan tempat suci,” imbuhnya.
Tak hanya berbicara soal sistem, Ny. Putri Koster juga menyoroti pentingnya sinergi. Ia mengajak semua pihak masyarakat, tokoh adat, hingga lembaga keagamaan untuk bergandengan tangan, saling berbagi ide, inovasi, dan aksi nyata.
“Kita perkuat literasi, kita bangun kesadaran untuk mengelola sampah yang kita hasilkan. Desaku bersih tanpa mengotori desa lain. Kita semua bertanggung jawab atas sampah yang kita hasilkan,” ujarnya penuh semangat.
Dalam sesi diskusi, Putu Dika Ade Suantara, pengempon Pura Lokananta Lumintang, Denpasar, mengungkapkan bahwa pura tersebut telah memiliki dua teba modern yang terletak di madya pura. Namun ia juga mengakui, ribuan pura di Bali masih belum mengimplementasikan sistem pengelolaan sampah yang memadai.
“Perlu langkah konkret, termasuk regulasi yang jelas, pengawasan yang ketat, dan penegakan hukum terhadap pelanggar. Tanpa itu, perubahan hanya akan menjadi wacana,” ungkapnya.
Ny. Putri Koster juga mengingatkan masyarakat untuk tidak membakar sampah, mengingat dampak buruknya bagi kesehatan dan lingkungan.
Lewat semangat Teba Modern, ia ingin menanamkan kembali filosofi hidup orang Bali: nyaman di desa sendiri, tanpa menyusahkan desa lain.
[ Editor : Sarjana ]