Pada Jumat (23/5), Pantai Lovina menjadi saksi dimulainya Gerakan Buleleng Bersih Sampah, sebuah inisiatif ambisius yang dilaksanakan serentak di enam titik pesisir Buleleng. Tak hanya aparat pemerintah, gerakan ini juga menggandeng TNI/Polri, komunitas lingkungan, hingga masyarakat desa yang wilayahnya berbatasan langsung dengan garis pantai.
“Permasalahan sampah, terutama sampah plastik, adalah tantangan serius yang harus kita hadapi bersama. Gerakan ini adalah titik tolak untuk membangun kesadaran bahwa solusi dimulai dari lingkungan kita sendiri,” ujar Bupati Sutjidra.
Dengan volume sampah harian Buleleng yang mencapai 400 hingga 450 ton, Sutjidra menekankan pentingnya perubahan paradigma dari sekadar membuang menjadi memilah dan mengelola sampah dari sumbernya. Edukasi pun menjadi garda depan. Program kebersihan di sekolah, serta kegiatan bersih-bersih rutin setiap Sabtu, akan dijalankan untuk menanamkan budaya cinta lingkungan sejak dini.
Lebih lanjut, Sutjidra menyoroti kondisi TPA Bengkala yang nyaris penuh. Ia menyatakan bahwa Pemkab Buleleng tengah menjajaki kerja sama dengan pihak ketiga untuk menerapkan teknologi ramah lingkungan dalam pengolahan sampah. Simak panduan memilah sampah dari KLHK.
“TPA tidak hanya tempat buang akhir, tapi harus menjadi sumber nilai tambah, seperti produksi batako dari sampah, tanpa mencemari lingkungan,” jelasnya.
Gerakan ini, tegasnya, bukan kegiatan seremonial belaka. Ini adalah awal dari budaya baru, sebuah kebangkitan kesadaran kolektif untuk menjadikan Buleleng sebagai kabupaten yang tidak hanya bersih, tetapi juga menjadi teladan dalam pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan. Contoh inovasi daur ulang di Bali.