Mafia Tanah Terbongkar di Buleleng! Sertifikat Bodong Berujung Kerugian Miliaran Rupiah

Serah terima sertifikat tanah antara pihak waris dan saksi di Kantor Notaris Desa Kerobokan
Foto: Tim GTI Buleleng melakukan investigasi kasus mafia tanah di Desa Lokapaksa. (2025-05-15)

Buleleng, Balijani.id ~ Aroma busuk praktik mafia tanah kembali tercium di Buleleng, Bali. Kasus ini mencuat setelah organisasi DPC Garda Tipikor Indonesia (GTI) Kabupaten Buleleng di bawah komando Gede Budiasa yang akrab disapa Kerok menerima pengaduan dari seorang warga bernama Komang Arya Suardana yang mengaku kehilangan hak atas tanah warisan keluarganya seluas 16.750 meter persegi akibat dugaan praktik manipulasi penerbitan sertifikat tanah.

Pengaduan itu disampaikan sejak Agustus 2024. Komang Arya Suardana, warga Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, melaporkan bahwa tanah warisan almarhum ayahnya, Putu Semara, yang terletak di Banjar Dinas Pamesan, Desa Lokapaksa, telah bersertifikat atas nama orang lain: Ketut Dangga. Ironisnya, Ketut Dangga disebut tidak pernah mengajukan permohonan sertifikat.

Komang Arya yang awalnya hendak mengurus sertifikat di BPN Buleleng, terkejut saat mengetahui bahwa bidang tanah tersebut ternyata sudah bersertifikat sejak tahun 2017 atas nama Ketut Dangga. Parahnya lagi, ahli waris dari almarhum Putu Semara tidak memiliki satu pun dokumen bukti kepemilikan baik SPPT, patok D, akta jual beli, maupun bukti fisik penguasaan tanah.

“Secara yuridis formil, kami sangat lemah. Tapi secara fakta, tanah itu milik almarhum ayah kami,” ujar Komang Arya dalam keterangannya kepada pihak GTI Kabupaten Buleleng.

Meski secara hukum posisi mereka lemah, GTI Buleleng tidak menyerah. Mereka turun langsung ke lapangan menggali keterangan saksi-saksi warga sekitar, termasuk penyanding lahan dan pihak yang mengetahui riwayat jual beli tanah tersebut. Salah satu terobosan penting datang saat Made Puja, ahli waris dari pemilik awal tanah, menandatangani surat pernyataan bahwa tanah itu benar dijual kepada almarhum Putu Semara dan hal ini disahkan oleh Kepala Dusun dan Perbekel setempat.

Tak hanya itu, pengusutan mengungkap fakta mencengangkan: nama Ketut Dangga hanya digunakan sebagai ‘pemain bayangan’. Justru Kadek Sriniti lah yang diduga memohon sertifikat dengan menggunakan data penyanding, dan kemudian menjual tanah itu kepada seorang pembeli bernama Pak Sia Yanto seharga Rp1,4 miliar.

Pak Sia Yanto kini merasa ditipu dan berencana melaporkan Kadek Sriniti ke Polres Buleleng atas dugaan penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP.

Akhir dari kisah penuh liku ini akhirnya berujung damai. Sertifikat hak milik atas nama Ketut Dangga, yang sudah diturunkan waris menjadi atas nama Putu Toya, akhirnya diserahkan secara sukarela kepada Komang Arya Suardana pada Kamis, 15 Mei 2025 di hadapan dua orang saksi di Kantor Notaris Agus Somadana Tanaya, Desa Kerobokan.

“Kita berjuang agar sengketa tanah tidak selalu harus berakhir di pengadilan. Kalau bisa damai, kenapa harus saling membakar? Penggugat menang jadi arang, tergugat kalah jadi abu,” ujar perwakilan Paralegal UNIVAS STAH 23 yang turut membantu penyelesaian sengketa ini.

[ Reporter : Sarjana ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *