Buleleng, Balijani.id ~ Lama tidak terdengar, penanganan kasus penjebakan narkoba yang menimpa Gede Sarastana kembali mencuat, sebab ada dua kasus yang berbeda tengah dilakukan penanganan ke polisi berkaitan dengan kepemilikan narkoba jenis sabu-sabu yang digunakan untuk menjebak serta dugaan upaya melakukan pembunuhan berencana dengan melarutkan sabu-sabu dalam minuman.
Korban Gede Sarastana akhirnya angkat bicara secara terbuka mengenai peliknya penanganan kasus yang menimpanya. Dalam wawancara eksklusif bersama redaksi Balijani.id, Gede membeberkan ketidaksinkronan penanganan perkara antara dua divisi polisi yang menurutnya justru memperkeruh keadilan yang ia harapkan.
Upaya mencari keadilan terus dilakukan berkaitan dengan perbuatan pelaku yang mengancam keselamatannya itu, bahkan kondisi traumatik masih terus menghantui dirinya atas upaya penjebakan dan dugaan pembunuhan berencana tersebut.
“Saya sudah lapor di Reskrim dan sebelumnya juga sudah ditangani di Narkotika. Nah, dari pihak Narkotika sendiri kasusnya sudah masuk P-19 ke kejaksaan, tapi kemudian berkasnya dikembalikan lagi karena katanya ada kekurangan,” ujar Gede membuka keterangannya.
Menurut Gede Sarastana, yang mengejutkan adalah adanya informasi dari kuasa hukumnya bahwa dalam proses penanganan kasus antara laporan dirinya di Reskrim dan di Resnarkoba akan digabungkan. Padahal, menurutnya, dua laporan itu mencakup perkara yang berbeda.
“Ini mencengangkan. Harusnya jangan digabung karena berbeda. Narkotika ya narkotika, Reskrim itu kriminalisasi dan penjebakan. Sebab disana sudah ada upaya atau niat tidak baik dengan mencampur minuman teh dengan sabu-sabu yang telah dicairkan,” jelasnya tegas.
Gede juga mengungkapkan bahwa kasus ini bukan hanya soal narkotika, tapi juga ada unsur pencemaran nama baik dan upaya penjebakan yang terencana dan sistematis yang melibatkan sejumlah pihak.
“Yang saya laporkan ke Polres itu pencemaran nama baik dan penjebakan. Karena yang dilakukan kemarin itu bukan sekadar kepemilikan narkotika, tapi dipakai untuk menjebak orang, mencelakai saya,” ungkapnya.
Ia menekankan pentingnya transparansi dan penegakan hukum yang adil tanpa harus menunggu viral dulu. Menurutnya, banyak kasus besar baru mendapat perhatian serius setelah menjadi sorotan publik.
“Harapan saya, proses hukum ini berjalan sesuai aturan. Polisi sudah bekerja luar biasa, tinggal kejaksaan dan pengadilan. Jangan seperti kasus suaminya Candra Dewi yang awalnya cuma 6 tahun, setelah viral jadi 26 tahun. Di negeri ini memang no viral, no justice,” sindir Gede pedas.
Gede mengaku masih menyimpan laporan tambahan yang belum ia teruskan ke Polda Bali, termasuk rencana pelaporan kasus dugaan percobaan pembunuhan melalui injeksi narkotika dan fitnah penggelapan di media sosial yang sebelumnya telah dihentikan (SP3). Ia menyatakan akan kembali melanjutkan proses hukum tersebut setelah proses saat ini rampung.
Ia pun berharap media terus mengawal kasus ini agar tidak tenggelam di tengah derasnya arus informasi.
“Saya minta tolong media seperti Balijani.id bantu kawal ini sampai akhir. Biar keadilan ini benar-benar bisa sampai ke putusan final. Jangan dibiarkan menggantung atau diintervensi kepentingan,” pungkasnya.
Dalam penanganan kasus tersebut, Sat Res Narkoba telah menetapkan tiga orang pelakunya termasuk mengamankan sejumlah barang bukti, bahkan dari kasus itu nyaris saja Sarastana menjadi korban kriminalisasi setelah diberikan minuman teh dicampur dengan cairan sabu-sabu.
[ Reporter ; Sarjana ]