Denpasar, Balijani.id ~ Anggota DPR RI I Nyoman Parta menegaskan bahwa pantai di Pulau Serangan harus tetap menjadi wilayah publik dan tidak boleh diklaim sebagai kawasan privat oleh korporasi mana pun. Ia mempertanyakan perubahan nama Pantai Serangan menjadi Pantai Kura-Kura serta kemungkinan pembatasan akses masyarakat.
“Dalam Amdal tetap menggunakan nama Serangan, apakah dibenarkan jika dari Pantai Serangan berubah menjadi Pantai Kura-Kura? Apakah gara-gara ada investasi masuk, nama pantai sampai harus berubah?” kata Parta di Denpasar, Minggu (26/1).
Ia menyoroti kemungkinan pelanggaran hukum terkait status pantai di kawasan tersebut. Menurutnya, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjamin hak masyarakat untuk mengakses pantai.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 menegaskan bahwa zona pantai dalam radius minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi merupakan kawasan lindung yang tidak boleh diklaim sebagai wilayah privat.
“Apapun alasannya, pantai harus tetap menjadi milik publik. Akses ke pantai tidak boleh dibatasi, baik untuk masyarakat setempat maupun masyarakat umum. Tidak boleh sampai kapan pun pantai menjadi milik korporasi,” tegasnya.
Parta juga mempertanyakan apakah status sebagai kawasan khusus dapat digunakan sebagai alasan untuk membatasi akses masyarakat.
“Apakah dengan status kawasan khusus, pantai bisa diubah menjadi wilayah privat? Jika benar demikian, ini jelas menyalahi hak publik,” ujarnya.
Selain itu, ia mengkritisi perubahan nama Pantai Serangan yang kini muncul sebagai Pantai Kura-Kura di aplikasi Google Maps.
“Kalau sampai ada perubahan nama di aplikasi, itu artinya ada pengakuan atas perubahan identitas pantai ini. Siapa yang berhak mengubahnya? Ini harus dijelaskan secara transparan,” katanya.
Parta menegaskan akan meminta klarifikasi dari pemerintah daerah dan pihak pengelola kawasan. Ia juga memastikan akan mengawal persoalan ini agar hak masyarakat tetap terjaga.
“Saya akan terus mengawal ini. Jangan sampai masyarakat kehilangan haknya hanya karena kepentingan investasi,” pungkasnya.
[ Reporter : Sarjana ]