Jakarta, Balijani.id ~ Kasus penembakan yang melibatkan seorang anggota TNI-AL dan pemilik rental mobil menjadi sorotan publik. Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, S.T., M.H., mantan Kabais TNI (2011-2013), memberikan pandangannya terkait kronologi kejadian, akar permasalahan, dan langkah penyelesaian hukum yang perlu diambil.
Menurut Ponto, insiden ini bermula dari dugaan penggelapan mobil yang kemudian memicu pihak rental untuk mengerahkan massa guna mencari kendaraan tersebut tanpa melibatkan kepolisian.
“Tindakan pengerahan massa ini jelas merupakan bentuk premanisme, karena melibatkan belasan orang yang mencari mobil secara paksa,” ungkap Ponto, kepada JurnalPatroliNews, Jumat (10/1/2025).
Selama pencarian, anggota TNI yang terlibat justru menjadi korban pengeroyokan dan diteriaki maling. Dalam situasi yang terdesak, ia melepaskan tembakan yang mengakibatkan pemilik rental meninggal dunia.
Penilaian Terhadap Tindakan Pihak Rental
Ponto mengecam tindakan pihak rental yang tidak melalui prosedur hukum yang benar.
“Pengerahan massa tanpa melibatkan kepolisian jelas melanggar hukum. Seharusnya, kasus ini dilaporkan kepada pihak berwajib untuk penanganan yang sesuai dengan prosedur hukum,” tegas Ponto.
Penggunaan Senjata oleh Anggota TNI
Terkait penggunaan senjata api oleh anggota TNI, Ponto menekankan bahwa dalam hukum militer, penggunaan senjata diatur secara ketat.
“Pembelaan diri diatur dalam Pasal 49 KUHP, namun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti ancaman yang melawan hukum, tindakan proporsional, dan tujuan untuk menghentikan serangan,” jelasnya.
Menurut Ponto, hasil investigasi akan menentukan apakah tindakan anggota TNI tersebut memenuhi syarat untuk dibenarkan sebagai pembelaan diri.
“Jika terbukti sesuai dengan ketentuan hukum, maka tindakan tersebut bisa dianggap sebagai alasan pemaaf, meskipun tetap melanggar hukum,” imbuhnya.
Akar Permasalahan dan Langkah Preventif
Ponto menilai bahwa akar masalah dalam insiden ini terletak pada ketidaktahuan kedua belah pihak mengenai kapasitas masing-masing.
“Pihak rental tidak mengetahui bahwa mereka berhadapan dengan anggota TNI, sementara anggota TNI juga tidak menyadari bahwa mereka sedang menghadapi pihak rental yang tengah mencari mobil yang diduga digelapkan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran kepolisian sejak awal untuk menghindari eskalasi kekerasan.
“Jika pihak rental melibatkan polisi sejak awal, konflik fisik ini mungkin bisa dihindari,” kata Ponto.
Ponto pun juga mengingatkan agar anggota TNI menahan diri dan segera melaporkan insiden tersebut kepada pihak yang berwenang.
Pelajaran yang Dapat Diambil
Ponto menegaskan bahwa kejadian ini memberikan pelajaran penting tentang penyelesaian konflik melalui jalur hukum.
“Penyelesaian masalah melalui jalur hukum adalah langkah yang paling tepat untuk mencegah kekerasan dan korban jiwa. Selain itu, anggota TNI perlu lebih berhati-hati dalam menggunakan kekuatan agar kejadian serupa tidak terulang,” tandasnya.
Proses Hukum dan Harapan
Saat ini, kedua belah pihak tengah menghadapi proses hukum untuk mengungkap fakta lebih lanjut terkait kasus ini. Ponto menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum, serta penghormatan terhadap jalur hukum yang berlaku.
“Proses hukum ini harus memberikan keadilan dan menjadi pelajaran agar semua pihak lebih memahami kapasitas masing-masing dan menjadikan hukum sebagai solusi utama,” kata Ponto.
Ponto menegaskan bahwa sebagai pelaku yang merupakan anggota aktif TNI, kasus ini wajib diadili di peradilan militer, bukan peradilan umum.
“Meskipun KUHP dapat digunakan sebagai dasar hukum, namun proses peradilan tetap harus dilakukan di peradilan militer, sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya.
[ Editor : Sarjana ]