Korupsi APD Kementerian Kesehatan, KPK Diminta Usut Tuntas Peran GSL

Jakarta, Balijani.id ~ Dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan tahun 2020 terus menjadi sorotan. Gede Angastia, seorang pegiat anti-korupsi dari Bali, kembali mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta untuk melengkapi laporannya terkait kasus ini. Ia mengungkapkan bahwa dugaan ini melibatkan sejumlah tokoh penting, termasuk anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, Gede Sumarjaya Linggih (GSL).

“Berdasarkan aduan kami nomor 2024-A-04272 tertanggal 5 Desember 2024, kami menyerahkan bukti tambahan terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan APD tahun 2020 di Kementerian Kesehatan. Dalam kasus ini, GSL disebut memiliki peran penting sebagai komisaris PT Energi Kita Indonesia (PT EKI),” ujar Angastia, Rabu (8/1).

Anggas menjelaskan, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yakni BS sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, SW sebagai Direktur Utama PT EKI, dan AT sebagai Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri. Namun, peran GSL sebagai komisaris PT EKI yang tercatat dalam akta pendirian perusahaan pada Maret 2020 dinilai mencurigakan.

“GSL, dalam kapasitas sebagai anggota DPR dan komisaris, diduga berperan dalam memuluskan proyek pengadaan APD senilai Rp319 miliar yang merugikan negara. Meski saat diwawancara ia mengaku tidak terlibat dan perusahaannya hanya dipinjam, bukti akta pendirian dan perubahan perusahaan justru membuktikan sebaliknya,” kata Angastia.

Anggas juga menyoroti pergantian jabatan dalam struktur PT EKI yang dianggap sebagai upaya terselubung untuk mengaburkan keterlibatan GSL. Pada Juni 2020, posisi GSL sebagai komisaris digantikan oleh putranya, Agung Bagus Pratiksha Linggih (ABPL), yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi II DPRD Bali. Lima bulan kemudian, ABPL juga digantikan oleh pihak lain pada November 2020.

“Ini jelas terorganisir. Pergantian jabatan yang cepat menunjukkan adanya rekayasa untuk menghindari tanggung jawab hukum. Namun, mereka lupa bahwa semua perubahan akta perusahaan tercatat di Kementerian Hukum dan HAM,” tegas Angastia.

Angastia mendesak KPK untuk menelusuri aliran dana dari PT EKI ke sejumlah tokoh politik yang diduga terlibat.

“Kami menduga ada tokoh politik yang memuluskan jalan bagi PT EKI untuk mendapatkan proyek ini, meski perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat sebagai distributor APD,” ungkapnya.

Selain itu, audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap bahwa kerugian negara sebesar Rp319 miliar akibat pengadaan APD ini tidak mungkin hanya dinikmati oleh satu orang, yakni SW sebagai direktur PT EKI. Anggas menegaskan bahwa keterlibatan GSL dan ABPL harus diusut hingga tuntas.

“Kasus ini mencerminkan korupsi yang terstruktur dan masif. KPK harus memastikan keadilan dan transparansi dalam penanganan kasus ini, termasuk mengusut peran GSL dan putranya dalam dugaan kolusi ini,” pungkas Angastia.

KPK dituntut untuk bersikap tegas dan transparan dalam menyelesaikan kasus ini agar publik mendapatkan keadilan.

[ Reporter : Sarjana ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *