Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks

Mediasi Sengketa Lahan di Pancasari, Plang PT SBH Segera di Cabut

Buleleng, Balijani.id ~ Sengketa lahan di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng, terus menjadi perhatian. Pada Senin (6/1/2025), Tim Fasilitasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan (TF-PSKP) Kabupaten Buleleng menggelar pertemuan mediasi terkait lahan eks-Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Sarana Buana Handara (PT SBH). Pertemuan ini menghadirkan berbagai pihak terkait, termasuk perwakilan warga, kuasa hukum, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Jro Komang Sutrisna, SH, kuasa hukum warga, usai pertemuan menjelaskan bahwa mediasi tersebut memberikan banyak informasi baru terkait status tanah yang menjadi sengketa.

“Dalam pertemuan ini, kami mendapatkan data lebih rinci, termasuk kronologi warga yang tinggal di sana sejak tahun 1970-an atas izin Perbekel Wayan Widya waktu itu. Namun, muncul fakta baru bahwa PT SBH memiliki SHGB sejak tahun 2003, dan ini perlu diklarifikasi lebih lanjut,” ujarnya.

Menurut Sutrisna, pihak PT SBH mengklaim lahan berdasarkan pengumuman koran pada tahun 2003 terkait pengalihan dari SHGB 007 menjadi SHGB 044. Namun, ia mempertanyakan legalitas proses tersebut, mengingat selama ini lahan tersebut telah dikelola oleh warga untuk kepentingan bersama.

“Hak prioritas sebagaimana diatur Pasal 37 PP No. 18 Tahun 2021 tidak dapat diterapkan jika lahan tersebut dibiarkan terlantar tanpa ada pengelolaan,” tambahnya.

Menanggapi hal ini, Asep Jumarsa, penasehat hukum PT SBH, menjelaskan bahwa perusahaan sejak tahun 2012 telah mengajukan perpanjangan SHGB dan memastikan proses tersebut tidak pernah ditolak oleh BPN.

“Seperti yang tadi saya sampaikan, sejak 2012 kami sudah mengajukan perpanjangan. Sampai saat ini kami terus melakukan permohonan. Sepengetahuan kami, proses ini tidak pernah ditolak. Kalau memang ada penolakan, silakan tunjukkan buktinya kepada kami,” tegas Asep.

Asep juga menyebutkan bahwa pada tahun 2012 terdapat tragedi longsor di kawasan tersebut, sehingga perusahaan memprioritaskan penanganan lain. Namun, sejak 2003, PT SBH telah menempatkan tiga orang karyawan untuk mengelola lahan tersebut.

“Kami menempatkan tiga orang karyawan untuk mengelola kebun di lahan tersebut. Jadi, klaim bahwa tanah ini terlantar tidak benar. Definisi terlantar atau tidak itu harus ditentukan oleh Menteri Agraria berdasarkan PP No. 20 Tahun 2021,” jelasnya.

Terkait pemasangan plang di lokasi sengketa, Asep mengungkapkan bahwa plang tersebut baru dipasang pada tahun 2023. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari pengelolaan lahan untuk rencana pengembangan agro wisata.

“Perusahaan memiliki prioritas untuk mengajukan kembali hak guna bangunan. Jika disetujui, kami merencanakan pengembangan kawasan ini untuk perkebunan dan agro wisata,” tambah Asep.

Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkimta) Kabupaten Buleleng, Ni Nyoman Surattini, menyampaikan bahwa langkah sementara adalah mencabut plang yang sebelumnya dipasang PT SBH.

“Untuk sementara, plang yang ada di sana dicabut dulu, sambil menunggu BPN mengumpulkan data lebih lanjut, karena statusnya masih tanah negara,” jelas Surattini.

Dalam mediasi ini, pihak warga juga menegaskan bahwa lahan tersebut telah lama menjadi tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka. Warga berharap pemerintah memastikan hak mereka terlindungi dan mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan sengketa ini secara adil.

[ Reporter : Sarjana ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *