Geger Bukit Ser: Mafia Tanah dan Dugaan Pengondisian DPRD Buleleng!

Buleleng, Balijani.id ~ Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Bali, Gede Harja Astawa, S.H., M.H., mengungkapkan keprihatinannya terkait isu mafia tanah yang mencuat di Bukit Ser, Desa Pemuteran, Buleleng. Dalam pernyataannya, ia menyoroti berbagai kejanggalan yang terungkap melalui pengamatan lapangan dan pemberitaan media. Menurutnya, fenomena ini mencerminkan konflik yang kompleks dan memerlukan tindakan tegas.

“Kami mencermati dinamika yang terjadi di Bukit Ser dan menjadi miris dengan apa yang disuarakan masyarakat. Banyak fakta yang bertolak belakang dengan proses klarifikasi yang dilakukan. Ada dugaan pengondisian yang membuat langkah penyelesaian masalah menjadi tidak substantif,” ujar Gede Harja Astawa.

Ia menegaskan, penggalian fakta harus dilakukan secara objektif dengan melibatkan semua pihak terkait. DPRD diharapkan mampu memberikan rekomendasi tegas, termasuk menghentikan bangunan yang diduga ilegal.

“Kami menemukan indikasi adanya bangunan bodong tanpa izin. Hal ini semestinya langsung dieksekusi oleh DPRD untuk memberikan rekomendasi penghentian aktivitas tersebut,” tambahnya.

Lebih lanjut, Gede Harja Astawa mengungkapkan adanya pola permainan mafia tanah yang memanfaatkan masyarakat lokal.

“Tanah negara dimohonkan atas nama masyarakat kecil, namun setelah sertifikat diterbitkan, langsung dipindah nama kepada pihak investor. Ini adalah pola mafia yang harus diungkap. Kami siap mendukung langkah Polres Buleleng untuk mengusut tuntas kasus ini,” tegasnya.

Ia juga menyoroti peran LSM yang seharusnya tetap kritis dan tidak tergoda oleh kepentingan ekonomi.

“LSM harus menjadi suara masyarakat, bukan justru menjual idealisme demi keuntungan pribadi,” ujarnya.

Harja Astawa mengatakan adanya dugaan indikasi terlibatnya mafia tanah, para pemohon yang 6 orang, walaupun berasal dari desa pemuteran, tetap kevalidan mereka betul – betul menggarap tanah yang dimohon selama 20 tahun diragukan, karena tanah – tanah tersebut berwujud tanah kosong yang tidak pernah tergarap dan ditempati. Informasi dan pernyataan dari pengacara Nyoman Sunarta di berikan kuasa dengan sukses fee 50% dari luas tanah yang dimohon menjadi pertanyaan apakah seorang pengacara/advokat dibenarkan secara etika advokat? Atau mereka hanya bertindak sebagai investor atau calo?. Selanjutnya, fakta kepemilikan saat ini berapa luasnya? Atau kalau sudah diperjual belikan dimana transaksinya ? Praktek praktek mafia tanah harus segera dihentikan, dan diharapkan aparat penegak hukum menindak lanjuti secara transparan dan profesional, sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo untuk bersih – bersih di seluruh Indonesia termasuk Bali,” Ketus Harja Astawa

Harja Astawa menutup pernyataannya dengan komitmen untuk terus mengawasi kinerja DPRD Kabupaten Buleleng dan aparat penegak hukum. Ia menegaskan bahwa Gerindra siap mendukung perjuangan masyarakat dalam melawan praktik mafia tanah yang merugikan banyak pihak.

“DPRD Provinsi Bali dari Gerindra akan membackup penuh jika teman-teman di DPRD Buleleng masih satu jalur. Namun, jika tidak, kami akan ambil langkah tegas untuk melindungi tanah negara dari cengkeraman mafia,” pungkasnya.

[ Reporter : Sarjana ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *