Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks

Warga Panji Anom Minta Bantuan GTI Buleleng Atasi Sengketa Tanah

Buleleng, Balijani.id ~ Dua warga Desa Panji Anom, Nyoman Suweca dan Ketut Putra, mendatangi Kantor Garda Tipikor Indonesia (GTI) Kabupaten Buleleng, Senin (16/12), untuk meminta bantuan terkait permasalahan tanah mereka. Suweca mengungkapkan bahwa tanah miliknya di Dusun Abasan, Subak Batupulu Atas, diduga telah disertifikatkan oleh seseorang bernama Ketut Santika tanpa sepengetahuannya.

“Saya mohon kepada Ketua GTI, Ketut Budiasa, untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Tanah saya disertifikatkan tanpa sepengetahuan saya. Saya ingin masalah ini cepat selesai,” tegas Suweca.

Ketua GTI Buleleng, Ketut Budiasa, menyatakan bahwa kasus ini menunjukkan indikasi pelanggaran hukum yang serius. Menurutnya, ada dugaan manipulasi data dan pemalsuan tanda tangan dalam proses penerbitan sertifikat tanah tersebut.

“Dalam kasus ini, kami melihat adanya dugaan penyerobotan tanah serta pemalsuan dokumen. Kami akan mendalami informasi ini dan melakukan langkah awal, yaitu berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebagai lembaga hukum pendamping, GTI siap membantu masyarakat yang merasa dirugikan,” jelas Budiasa.

Budiasa juga menyoroti adanya kemungkinan keterlibatan oknum yang memanfaatkan kewenangannya untuk menerbitkan sertifikat tanah secara tidak sah.

“Masyarakat seharusnya mendapatkan perlindungan hukum yang sama. Kami akan memastikan bahwa penyelesaian kasus ini dilakukan secara adil,” tambahnya.

Kasus ini menambah daftar panjang laporan yang diterima GTI Buleleng terkait konflik pertanahan. Budiasa mengajak masyarakat untuk tidak ragu melaporkan setiap indikasi pelanggaran hukum, terutama jika terjadi intimidasi atau rekayasa dalam proses pengurusan tanah.

Langkah selanjutnya, GTI akan mengajukan klarifikasi resmi kepada BPN untuk memverifikasi legalitas sertifikat yang diterbitkan.

“BPN wajib memberikan penjelasan atas produk hukum yang mereka keluarkan. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” tutup Budiasa.

Permasalahan konflik agraria di Buleleng menjadi sorotan karena seringnya terjadi praktik-praktik yang merugikan masyarakat. Kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran agar transparansi dan keadilan hukum ditegakkan dalam setiap proses pengurusan tanah.

[ Reporter : Sarjana ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *