Buleleng, Balijani.id ~ Dugaan praktik mafia tanah mencuat di Kabupaten Buleleng. Seorang warga Desa Pemuteran, Kadek Muliawan, melaporkan penjualan tanah negara seluas 50.000 meter persegi di Banjar Dinas Yeh Panas, Kecamatan Gerokgak. Laporan tersebut disampaikan kepada Kepolisian Resort Buleleng untuk ditindaklanjuti. Kasus ini dikawal langsung oleh Ketua Garda Tipikor Indonesia (GTI) Buleleng Bali, Gede Budiasa.
Dalam laporan itu disebutkan, tanah negara tersebut diduga telah dipecah-pecah dan diperjualbelikan secara ilegal oleh sindikat mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Mantan Pejabat Kabupaten Buleleng serta pihak-pihak berwenang lainnya.
Kasus ini bermula pada 2017 saat Desa Pemuteran menggelar paruman desa yang melibatkan Kelian Desa Adat, Kerta Desa Adat, BPD Desa Pemuteran, Perbekel, dan tokoh masyarakat setempat. Pertemuan tersebut membahas rencana pembangunan Pura Segara di atas tanah negara yang sebelumnya telah dikuasai Desa Adat Pemuteran. Tanah itu bahkan sudah dipagari dengan batang pohon santan dan memiliki dua Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) atas nama Ketut Sumerata, Kelian Desa Adat.
Namun, pada 2020, Kadek Muliawan bersama Kelian Desa Adat memeriksa status pembayaran pajak tanah tersebut. Hasilnya mengejutkan, dua SPPT dengan total luas 17.650 m² telah dihapus dan dimutasi menjadi milik individu, seperti Nengah Wangi, Nengah Matal, Nyoman Werti, Nengah Darma, dan Ketut Sugiarta. Bahkan, sertifikat tanah sudah diterbitkan atas nama mereka.
Kadek Muliawan menduga negara mengalami kerugian besar akibat transaksi ilegal ini. Tanah yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat adat kini telah beralih ke pihak swasta melalui cara-cara mencurigakan. Sebagai bukti, Kadek melampirkan salinan SPPT atas nama Ketut Sumerata, salinan KTP, serta keterangan dua saksi, yakni Putu Miskin dan Kadek Ardika, yang mengetahui penguasaan fisik tanah tersebut.
Kadek Muliawan berharap pihak Kepolisian Resort Buleleng segera mengusut tuntas kasus ini. Ia meminta agar oknum-oknum yang terlibat, baik dari masyarakat maupun pejabat terkait, dihukum sesuai hukum yang berlaku. Kasus ini menambah panjang daftar persoalan tanah di Buleleng yang melibatkan mafia tanah. Jika tidak segera diatasi, masyarakat khawatir praktik serupa akan terus terjadi dan merugikan kepentingan publik.
[ Reporter : Sarjana ]