Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks
News  

BPN Buleleng Tak Proses Permohonan SHGB Bali Handara 6,7 Ha di Pancasari

Buleleng, Balijani.id ~ Munculnya keresahan belasan warga Desa Pancasari Buleleng yang menempati lahan eks Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) PT. Sarana Buana Handara (SBH) atau Bali Handara Golf mengundang perhatian.

Pasalnya, warga takut lahan telah dikelola berpuluh-puluh tahun dan belakangan berapa bulan terakhir PT. SBH memasang plang kepemilikan. Padahal warga mengetahui, sejatinya hak PT. SBH sebagai pemegang SHGB sudah berakhir di atas puluhan tahun.

Warga keberatan dengan sikap PT. SBH selama ini disinyalir tidak perduli dengan lahan itu namun setelah kondisinya ditata dan dijadikan warga untuk mencari penghidupan, ujug-ujug belakangan dikabarkan diklaim.

Bahkan berdasarkan informasi berkembang, pihak PT. SBH telah mengajukan permohonan hak kembali ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng serta menurunkan tim ke lapangan.

Ditemui wartawan, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng, Agus Apriawan tidak menapik, pihak PT. SBH disebut sebut pernah mengajukan pembaruan hak. Satu sisi lantaran dokumennya kurang, sehingga berkas permohonan itu dikembalikan.

“Dari informasi staf kami, (PT. SBH, red) pernah mengajukan pembaruan hak bukan perpanjangan. Tetapi karena tidak diproses dan ada berapa dokumen yang kurang sehingga berkas itu dikembalikan dan posisinya sampai saat ini belum ada dimasukkan lagi atau didaftarkan,” ungkap Agus Apriawan kepada wartawan di Buleleng, Senin (14/08/2023)

Lebih lanjut ia menyampaikan, bahwa belum bisa memproses permohonan SHGB diajukan pihak PT. SBH di atas lahan 6,7 hektar (Ha) di wilayah Desa Pancasari Buleleng. Selain permohonan itu dikatakan belum mengantongi izin dari Kementrian ATR/BPN, ia juga menegaskan, SHGB No 44 sebagai dasar hak PT. SBH sebelumnya tidak berlaku lagi alias telah berakhir 11 tahun lalu.

“Sesuai data yang ada di kami, SHGB No 44 itu memang berakhir 22 September 2012. Kita lihat sekarang, ini berakhir 2012 kan hampir 11 tahun. Berarti PT. SBH harus mendapat izin dari Kementrian ATR/BPN karena sudah melewati fase 5 tahun dari kepemilikan sudah berakhir,” jelasnya.

Agus menegaskan, dalam pembaruan hak ada ketentuan secara yuridis formal (landasan hukum berupa peraturan telah disahkan pemerintah memiliki kekuatan mengikat) harus dipenuhi.

Mesti terpenuhi secara yuridis formal namun secara de jure (ketentuan hukum) dan de facto (pada kenyataan) tidak terpenuhi tetap saja tidak diterima.

“Bisa tidaknya kita bicara dari yuridis formal. Artinya, kelengkapan formal dokumennya. Ada berapa ketentuan memang diatur. Ya, kalau yuridis formalnya memang tidak terpenuhi pasti kita tidak terima. Bukan ditolak ya. Sepanjang itu terpenuhi pasti kita terima. Apakah kemudian nanti bisa terbitkan? Belum tentu. Artinya gini, tidak semua permohonan kita penuhi siapa tau nanti secara yuridis formal terpenuhi tetapi secara de jure de facto tidak terpenuhi kondisi harus clear and clean,” tegas Agus.

Sementara dihubungi secara terpisah, Jro Komang Sutrisna, S.H selaku kuasa hukum dari belasan warga yang telah menempati lahan itu secara turun temurun berharap, pihak PT. SBH tidak membohongi warga dan masyarakat Pancasari.

Dimana telah memasang plang yang mengatakan bahwa lahan itu adalah tanah milik PT. SBH dan sedang proses perpanjangan hak.

Faktanya, lanjut Jro Komang Sutrisna lahan tersebut SHGB-nya sudah dinyatakan telah berakhir oleh BPN. Tidak ada dilakukan perpanjangan. Malah yang dilakukan adalah permohonan hak baru dan telah ditolak karena tidak memiliki dasar dokumen yang sah.

‘’Kami berharap pihak PT. SBH mencabut plang, karena tidak sesuai dengan fakta dan ingin menguasai tanpa alas hak yang sah,’’ tegas Jro Sutrisna.

Dengan fakta tersebut, warga yang telah menempati, memelihara dan menguasai lahan yang ditelantarkan dan ditinggalkan pemilik SHGB ini, memiliki hak sebagai warga negara untuk memohon hak atas tanah yang ditempatinya.

‘’Kami bersama warga akan memperjuangkan hak-hak kami sebagai warga negara. Kami akan tempuh jalur-jalur hukum yang ada, karena sudah secara turun-temurun para warga ini, berada dan memelihara lahan ini sampai saat ini, dapat terpelihara dengan baik,’’ pungkas Jro Komang Sutrisna.

[ BJ/TIM ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *