News  

Krematorium Baiknya di Setra Desa Adat

Denpasar, Balijani.id ~ Maraknya krama yang melakukan upacara ngaben di sejumlah tempat Krematorium, menjadi tema bahasan dalam webinar PAKIS ( Paiketan Krama Istri ) Bali, Kamis, 15 September 2022 di Gedung Gajah, Jaya Sabha, Denpasar.

Acara yang dibuka Manggala Utama PAKIS Bali Ny. Ni Putu Putri Suastini Koster, diikuti sekitar 700 peserta baik melalui daring maupun luring, dengan menghadirkan Ida Pedanda Gede Made Putra Kekeran dan Bandesa Madya Kabupaten Badung A.A. Putu Sutarja, S.H., M.H.

“Krematorium sebaiknya ada di setra desa adat masing-masing dan setra tersebut memiliki makna sesuai dengan sastra, tidak sembarangan ada setra,” ujar Ida Pedanda Putra Kekeran.

Selama ini makin banyaknya krama adat melakukan pengabenan ke Krematorium, kata Ida Pedanda Putra Kekeran, karena faktor industrialisasi yakni prinsip efisien, efektifitas dan ekonomis.

Masyarakat sekarang dituntut untuk bisa tetap melakukan tugas kewajibannya, di sisi lain proses upacara di desa adat dinilai banyak menghabiskan waktu, tenaga dan biaya. Padahal sesungguhnya, ngaben tersebut banyak jenisnya, tinggal dibahas dan dibicarakan dengan prajuru adat, sulinggih selaku pemuput karya, dan juga krama.

Lebih lanjut disampaikan Ida Pedanda Putra Kekeran salah satu warisan yang telah dipikirkan oleh para leluhur adalah adanya ngaben kinembulan, yakni ngaben massa dengan biaya lebih murah sehingga tidak memberatkan krama.

“ Jadi kalau pertimbangannya ekonomis, efisien dan efektif, di desa adat ada namanya ngaben Kinembulan, dengan semangat gotong royong, menyama braya tetap bisa jalan dan pastinya lebih murah dari upacara di krematorium,” ungkap Ida Pedanda.

Atas kondisi yang ada, Ida Pedanda mengharapkan perlunya sosialisasi perihal ngaben di krematorium tersebut, agar krama tidak bingung, mana yang wajib dan ada di ngaben krematorium dan mana yang tidak.

“Tidak sembarangan bisa disebut ngaben karena ada beberapa syarat upacara yang baru bisa disebut ngaben” tandasnya

Manggala Utama PAKIS Bali Ny. Putri Suastini Koster mengatakan, tema webinar kali ini dilatarbelakangi pengetahuan prajuru kalau selama ini di Bali ada trend maraknya krama menggunakan krematorium untuk upacara ngaben.

“Lalu ada pertanyaan, kalau terus di krematorium, lama kelamaan bagaimana dengan keberadaan setra desa adat? Kita tidak ada mencari benar atau salah, tetapi bisa mendapatkan pemahaman dan pencerahan, bagaimana mengharmonisasi adat istiadat,” katanya.

Untuk itu, Ny. Putri Suastini Koster berharap perlu ada pembaruan manajemen di desa adat.

“sehingga krama tidak merasa diberatkan, tetapi semangat gotong royong, semangat menyama-braya, tidak akan luntur akibat banyaknya krama menggunakan kremataorium di luar desa adat” terang Ny. Putri Suastini Koster

Pada kesempatan tersebut, Bandesa Madya Kabupaten Badung, AA.Putu Sutarja mengatakan, untuk krematorium di desa adat sangat mungkin bisa dilaksanakan. Terbukti, di Desa Adat Kerobokan, dimana dia selaku Bandesa Adat, telah melakukan hal itu, dan manfaatnya sangat dirasakan krama, dengan tidak mengabaikan sastra dan Dresta Hindu Bali.

“krematorium muncul awalnya karena ada masalah krama di desa adat, sehingga krematorium dianggap salah satu solusi. Meski demikian, pihak desa adat sangat fleksibel terutama di desa adat Kerobokan, karena semua dibahas dan dibicarakan dengan krama yang memiliki upacara, agar tidak sampai memberatkan krama sendiri” jelasnya.

[ BJ/IGS ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *