Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks
News  

Tirtawan Ungkap Dugaan Praktek Mafia Tanah Pada Lahan Milik Warga Batu Ampar

Singaraja, Balijani.id – Penyidikan Unit II Sat Reskrim Polres Buleleng yang dilakukan terhadap pelapor kasus Batu Ampar justru mengungkap dugaan terjadinya praktek mafia tanah pada lahan milik warga di Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak Buleleng. Seperti terungkap Senin 25 Juli 2022 saat Nyoman Tirtawan didengarkan keterangannya di Ruang Penyidikan Unit II Sat Reskrim Polres Buleleng.

Proses penyidikan terhadap Tirtawan hampir berlangsung dua jam, namun justru dalam proses penyidikan yang dilakukan polisi itu mengungkap data-data baru berkaitan dengan sejumlah dokumen atas lahan di Batu Ampar.

“Setelah bertemu dengan penyidik saya langsung mempertanyakan HPL dari BPN Buleleng. Penyidik mengatakan bahwa HPL sudah tahun 2020. Langsung saya katakan kalau begitu setiap ada fotocopy sertifikat yang diganti Baru berapa banyak sertifikat yang tumpang tindih,” ujar Tirtawan usai menjalani pemeriksaan di Mapolres Buleleng

Mantan anggota DPRD Provinsi Bali itu juga menegaskan, beberapa dokumen yang ditunjukan penyidik kepolisian dalam pemeriksaan tidak jelas, bahkan ada sejumlah dokumen tidak lengkap dan digunakan sebagai barang bukti.

“Kalau disebut HPL justru kenapa objeknya atau GS nya HGU, Kalau disebut HGU covernya HPL, itu semua bukan produk sertifikat karena menerangkan tentang HPL tapi adanya HGU. Sertifikat HPL pengganti tahun 2020 pun bodong karena isi HPL sebelumnya adalah HGU dan tidak ada objek,” papar Tirtawan.

Pada sisi lain, Tirtawan juga memaparkan, sertifikat HPL Pemkab Buleleng tahun 1976 dengan objeknya HGU menyatakan, lamanya hak berlaku selama tanah dimaksud dipergunakan untuk proyek pengapuran.

“Maka setelah proyek pengapuran berakhir tanah dimaksud direstribusikan kepada 55 warga Batu ampar yang memang sudah punya sertifikat milik tahun 1959 atas nama Raman dan kawan-kawan. Jadi tidak ada lagi HPL karena tidak lagi ada proyek pengapuran dan sudah terbit SHM atas nama Marwiyah, Ketut Salin, Adna, Dresna dan kawan-kawan,” beber Tirtawan.

Atas kondisi tersebut, terlebih lagi adanya sejumlah dokumen yang tidak sesuai dengan kawasan lahan tanah, Tirtawan menduga adanya keterlibatan Kantor Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Buleleng dalam penerbitan dokumen.

“Jadi setelah saya memegang kuat dokumen asli, bahwa sesungguhnya pertanggal 27 Januari 1982 Bupati Buleleng dan BPN sudah meredistribusikan tanah yang ada di Batu Ampar bersama 55 warga penggarap bahkan sudah ada 3 yang memiliki SHM, namun dari 55 warga yang sudah memiliki surat redis untuk proses sertifikasi dihambat oleh BPN,” ungkap Tirtawan.

Sementara, dalam laporan atas permasalahan tanah di Batu Ampar itu, Mantan Anggota DPRD Bali itu menduga Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana (PAS) bermain di tanah tersebut dalam jaringan yang melibatkan mafia tanah. Bahkan dengan kenyataan itu, Tirtawan bersama warga sangat berharap diturunkan Tim Khusus Penanganan Batu Ampar.

”Kami ingin satgas mafia tanah harus turun kelapangan karena 55 KK diambil haknya, apalagi rakyat yang sudah miskin diperlakukan tidak adil oleh orang-orang berduit atau penguasa seperti Bupati Buleleng yang tanpa berdosa mengakui kalau sudah mencatatkan asset dengan foto copyan HPL dan itu bukan dokumen sah,” tegas Tirtawan.

Sementara, atas munculnya dokumen yang tidak sesuai tersebut, belum diperoleh keterangan dari kepolisian, sejumlah pejabat terkait masih mengikuti kegiatan ke Mapolres Tabanan berkaitan dengan supervisi dari Mabes Polri.

[ BJ ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *