Denpasar, Balijani.id – Sejumlah warga Intaran, Sanur Denpasar akhirnya tetap turun berdemo menolak pembangunan Terminal LNG (liquefied natural gas) yang rencananya berada di kawasan Desa Adat Sidakarya Denpasar.
Sayangnya, aksi demo warga yang disinyalir ditunggangi para penggiat yang mengaku sebagai penyelamat lingkungan itu awalnya ingin mendapat simpati malah dibully netizen di media sosial.
Mereka menuding demo tolak LNG ini mengajak turun “Simbolik Batara” yang disakralkan di Bali ke jalan untuk mendatangi Kantor Gubernur Bali disebut-sebut sebagai bentuk demo berlebihan dan tidak relevan dilakukan orang Bali.
“Mimiiih Bali Sampun modern Go internasional mangkin nggih. Betare diajak sareng demo tolak LNG. Dumun biasanya demo orang kemanten, mangkin demo ngiring Betare berarti kemajuan bagus nggih,” sentil I Made Sudarta dalam bahasa bali saat menghubungi langsung salah satu wartawan dan mengirim akun salah satu link Live Facebook menayangkan langsung aksi demo yang membawa pertunjukan simbol ‘Batara’ di jalan depan Kantor Gubernur Bali, Renon Denpasar, Kamis sore (14/7/2022).
Ia juga mempertanyakan, bagaimana pandangan masyarakat Bali terkait aksi demo yang dinilai telah menodai simbol agama untuk tujuan lain.
“Punapi pandangan masalah Betare sareng Demo. Setuju napi cocok asanne? Betare diajak bargaining ngalih gae ane tidong-tidong. Ten bani demo pedidi, makane ngajak Betare nggih,” sentilnya lagi.
Secara terpisah, salah satu tokoh masyarakat Denpasar juga menyampaikan kritikan senada. Bahkan ia menduga, ada standar ganda atau unsur lain yang sengaja menggunakan simbol agama untuk mendapatkan keuntungan maupun dukungan baik moril maupun materiil. Selain itu, ia menuding demo tolak LNG diduga berkedok penyelamatan lingkungan guna kepentingan politik.
Disampaikan, karena sangat jelas Gubernur Bali, Wayan Koster sebelumnya secara langsung menanggapi aspirasi masyarakat, sehingga mengarahkan PT. DEB (Dewata Energi Bersih) membangun terminal penyimpanan LNG tidak lagi di areal mangrove.
Namun dibalik itu, menelisik Pasal 20 Ayat 2.a Perda No 8 Tahun 2021 Tentang RTRW Kota Denpasar menyatakan, Infrastruktur minyak dan gas bumi yang terletak di Kelurahan Pedungan dan Desa Sidakarya dalam lampirannya jelas tergambar jaringan dan ujung Jaringan sebagai Terminal Khusus di Kawasan Desa Sidakarya untuk disalurkan ke PLN Pesanggaran.
Jika membaca aturan Wilayah sebutnya maka sudah jelas sisi selatan Desa Sidakarya adalah Pulau Serangan. Maka tidak mungkin Lokasi Terminal LNG di Desa Sidakarya bisa ke Tengah Laut Lepas yang malahan akan memasuki Area Wilayah Desa di Luar Yang Tercantum dalam Perda RTRW Denpasar.
“Patut menjadi perhatian kita terkait Proses Pengesahan Perda RTRW Denpasar oleh DPRD bersama Pemkot Denpasar saat Sidang Paripurna, sangat jelas itu Hasil kerja DPRD menjadi Perda. Anehnya mengapa tidak ada suara Penolakan saat pembahasan malahan sekarang banyak Oknum DPRD Denpasar menolak bahkan sampai ada ikut turun demo. Ini kan upaya pembodohan publik,” singgungnya.[ BJ ]