Dr Fenetson Pairikas, M.PdK
Dosen Prodi PAK Institut Agama Kristen Negeri Kupang
Balijani.id – Opini ini ditulis sebagai refleksi saya pada saat bersama rekan dosen dan mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Kristen Institut Agama Kristen Kupang, melakukan kegiatan pengabdian masyarakat di jemaat Efata Oetfo Wilayah Kependetaan Mala Klasis Amanatun Timur Kabupaten TTS Provinsi NTT pada tanggal 19-21 Mei 2022. Tema yang kami usung yaitu “Pembangunan jemaat terpencil”.
Jemaat GMIT Efata Oetfo terletak di kecamatan Sentian yang terpencil, memiliki topografi berbukit dan pegunungan,sehingga mengurangi terjadinya interaksi dengan kehidupan luar, jalan yang rusak dan rawan kecelakaan kami alami langsung, kerusakan jalan ini disebabkan oleh suhu, cuaca dan tanah dasar yang tidak stabil, tidak ada listrik, dan infrastruktur jalan yang kurang baik paling tidak gambaran itu yang kami alami sebagai salah satu fakta bahwa Ekonomi jemaat juga bermasalah. Hasil pertanian berupa hasil tanaman umur pendek maupun umur panjang yang tidak bisa dijual karena akses jalan yang sulit. Jumlah kolekte sebagai pemasukan kas gereja sedikit, sehingga kebutuhan program pelayanan tidak tertopang. Jemaat ini juga mengalami kendala dalam regenerasi potensial pemuda/inya, karena tuntutan masa depan dan tekanan ekonomi yang menghimpit merekalebih memilih untuk keluar bekerja di rantau atau melanjutkan studi ke luar, sehingga SDM yang tersisa sebagian besar jemaat inihanyalah orang tua dan anak-anak.
Jemaat GMIT Efata Oetfo adalah satu bagian dari delapan jemaat diwilayah kependetaan Mala yang dilayani oleh seorang pendeta. Pendeta setiap minggu dikondisikan untuk melayani ibadah secara bergantian. Artinya bahwa kalau pendeta sedang melayani di jemaat lain maka tujuh jemaat lainnya tidak bisa dijangkau. Tujuh mata jemaat lainnya dilayani oleh presbiter yang ada dilingkungan mata jemaat masing-masing. Pendeta yang melayani di wilayah ini memang harus terkondisi untuk bertahan dengan topografi alam yang menantang. Di musim hujan tidak bisa menggunakan kendaraan seperti sepeda motor dan harus berjalan kaki untuk menjangkau pelayanan jemaat. Waktu yang dibutuhkan juga lebih banyak diperjalanan menuju lokasi dan sangat menguras kekuatan fisik dalam pelayanan. Cerita fakta itulah yang saya dapatkan dari pendeta Fredik Selan, S.Pd. Posisi gedung gereja terletak di tengah gunung yang tinggi, sehingga akan memudahkan bagi jemaat yang tinggal di puncak ketika turun beribadah di gereja karena menurun, namun setelah selesai berbakti jemaat itu akan pulang dengan mendaki gunung yang tinggi begitupun sebaliknya jemaat yang tinggal di bawah gunung..
Pembangunan iman jemaat dalam pelayanan merupakan kebutuhan penting bagi pembaharuan gereja. Gereja yang telah diperbaharui adalah gereja yang berlandaskan dalam perkataan dan perbuatan Kristus Sang Kepala gereja. Kebutuhan iman jemaat ini mencakup tiga dimensi kehidupan yaitu yang pertama relasi jemaat dengan Allah Sang Pencipta dan dengan sesamanya. Yang kedua berkaitan dengan bukti pembaharuan jemaat yang selaras dalam kata dan perbuatan. Dan yang ketiga adalah bentuk pelayanan konteks GMIT yaitu panca pelayanan jemaat dan timpangnya jangkauan pelayanan jemaat perkotaan dan jemaat terpencil. .
Relasi Jemaat dengan Allah
Jemaat yang beriman adalah jemaat yang menjalankan hukum kasih yakni kasihnya kepada Allah dan sesama, sebagaimana diungkapkan dalam Kitab Injil Matius 22:37 dan 39 bahwa Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”. Merujuk dari pernyataan Kristus yang diuraikanolehMatiusmengarahkan jemaat untuk secara serius mencurahkan hati, jiwa, dan akal budi secara totaluntukmembangun relasi yang harmonis dengan Allahnya.Artinya bahwa jemaat yang beriman harus mengasihi Allah dengan perangkat kehidupan yang dimilikinya sebagai manusia yang utuh. Indikator mengasihi Tuhan Allah terdiri dari yang pertama “Segenap hatimu” dipahami sebagai upaya hati jemaat yang berisi emosi dan keinginan pribadi manusia personal maupun persekutuan yang bersesuaian dengan kehendak Allah.Yang kedua, “segenap jiwamu” dipahami sebagai jemaat yang memiliki imajinasi, kesadaran, ingatan, perasaan sebagai manusia yang hidup namunmemiiki rasa ketergantungankepada Allah sebagaipenuntunbagijiwanya,dan yang ketiga, “akal budimu” jemaat mengasihi Allah dengan cara belajar dengan sungguh-sungguh akan pengetahuan, pemahaman yang benar tentang Allah supaya tidak mudah diombang-ambingkan denganajaran yang salah.
Berkaitan dengan hukum kasih yang kedua, tertuang dalamInjilMatius 22:39 “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” menunjukkan bahwa mengasihi diri sesuai dengan perintah Tuhan menjadi acuan untuk mengasihi sesama yang sesuai dengan kehendak Tuhan juga. Jemaat memupuk imannya dengan cara hidup saling mengasihi. Jemaat seharusnya belajar berkorban untuk kesejahteraan sesamanya apabila kehidupannya sudah sejahtera, kesejahteraan itu harus dibagi kepada yang belum sejahtera sehingga kehidupan jemaat yang penuh damai sejahtera terealisasi.
Keselarasan dalam perkataan dan perbuatan
Kehidupan beriman seharusnya diwarnai dengan keselarasan kata dan perbuatan. Apa yang dikatakan itu yang dilakukan dan apa yang dilakukan itu yang dikatakan. Hal ini menjadi kepastian sikap hidup jemaat Tuhan yang beriman dalam pelayanan. Perkataan dan perbuatan yang selaraslah yang akan menopang kesatuan hati jemaat dalam pelayanan.Perkataan dan perbuatan akan terus diuji oleh cobaan dan tantangan hidup yang dialami oleh jemaat. pertanyaannya “apakah jemaat mampu mempertahankan perkataan dan perbuatannya selaras di tengah pencobaan atau tidak?” Pergumulan untuk menjawab pertanyaan itulah yang akan terus ada dalam kehidupan iman jemaat dalam pelayanan seumur hidupnya.
Konteks Pelayanan GMIT dan timpangnya jangkauan pelayan jemaat perkotaan dan jemaat terpencil
Dalam konteks GMIT panca pelayanan menjadi acuan jemaat dalam bersekutu, bersaksi, melayani, beribadah, dan penatalayanan yang teratur. Program pelayanan yang dijalankan di GMIT diakomodir dalam panca pelayanan yang harus dilihat secara universal dan holistik tidak boleh dibatasi oleh sekat-sekat struktur dan fungsi gereja baik di tingkat Sinode, Klasis, dan matajemaat (jemaat kota atau jemaat terpencil). Namun kenyataannya Jemaat perkotaan mengalami kemakmuran melebihi jemaat terpencil dari berbagai aspek yang penuh ketimpangan. Oleh karena itu sudah saatnya gereja membersihkan dirinya dari ketimpangan pelayanan itu.
Yang pertama Koinonia (Persekutuan), Program Koinonia di gereja seharusnya tidak menyempitkan dirinya di masing-masing jemaat perkotaan atau jemaat terpencil. Secara otomatis persekutuan jemaat kota akan ada dalam kelimpahan dan kemakmuran sedangkan perkutuan jemaat terpencil akan berkutat dalam kekurangan dan ketidakmakmuran.
Yang kedua, Marturia (bersaksi), Program Marturia jemaat perkotaan akan difasilitasi dengan SDM yang mumpuni dan berkualitas, sarana prasarana yang terus diperbaharui sedangan kesaksian jemaat terpencil akan terus bermasalah dengan pengembangan SDM yang terbatas dan sarana prasarana yang terbatas bahkan tidak ada karena tidak bisa dijangkau.
Yang ketiga, Diakonia (pelayanan), Program Diakonia jemaat perkotaan sangat beragam karena memiliki dukungan dana yang kuat sedangkan program pelayanan jemaat terpencil mungkin hanya satu, hal itu pun kalau memungkinkan karena dukungan dana yang lemah dan terbatas.
Yang keempat, Liturgia (liturgi peribadahan). Program peribadahan jemaat perkotaan sangat kreatif, dengan dukungan alat musik dan kostum symbol peribadahan yang mewah karena memiliki kualitas SDM dana berlimpah sedangkan program liturgi peribadahan jemaat terpencil lebih bersifat monoton dan miskin kreatifitas.
Yang kelima, Oikonomia (Penatalayanan). Program penatalayanan jemaat perkotaan sangat teratur dan terencana sedangkan program penatalayanan jemaat terpencil jauh dari yang diharapkan dengan alasan yang sama dengan keempat program pelayanan yang sudah disebutkan sebelumnya.
Jadi apa yang bisa disimpulkan dari realitas ketimpangan program panca pelayanan jemaat perkotaan dan jemaat terpencil ini. Menurut saya realitas ketimpangan ini hanya akan bisa diperbaiki dengan cara:.
Pertama, Adanya dukungan sepenuhnya dari jemaat perkotaan untuk menolong jemaat terpencil sebagai bukti kasih kepada Allah dan sesama.
Kedua, Jemaat perkotaan haruslah memiliki keselarasan antara perkataan dan perbuatan dalam tindakan berkorban dan kepedulian bagi beban jemaat terpencil yang sangat berat. Ketiga, Jemaat perkotaan dalam konteks panca pelayanannya haruslah dengan rela memperluas jangkauannya untuk mencapai jemaat terpencil yang sangat membutuhkan uluran tangan dengan menyingkirkan sekat yang selama ini memisahkan.
Editor : Jitro020