Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks
News  

Disorot, Legalitas Pungutan Pajak di Lahan Diduga Langgar Sempadan

Caption : Beyond The Chiff, Pecatu , Kuta, Selatan ( foto : Net/Darmawan Xie, Mayawati MH

Badung, Balijani.id – Kedatangan Bupati Badung Nyoman Giri Prasta ke Polresta Badung, Selasa (22/3/2022) guna memastikan laporan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) melaporkan Bandesa Adat Ungasan, Kuta Selatan, Wayan Disel Astawa terkait dugaan penyerobotan dan pelanggaran tata ruang khususnya sempadan pantai dan jurang pada 13 Januari 2022 lalu ramai diperbincangkan dan menimbulkan juga pertanyaan di masyarakat.

Sebab walau diduga melanggar tata ruang dan tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) alias bodong, beberapa tempat usaha di Kabupaten Badung masih bandel membangun fasilitas dan beroperasi. Anehnya tetap diamini pemerintah setempat serta dipungut pajak retribusi yang masuk menjadi Pendapatan Asli Daerah atau PAD.

Informasi dapat digali, tidak saja diduga memungut pajak dari hotel atau usaha pariwisata disinyalir melanggar sempadan tebing dan pantai yang membangun fasilitas mewah tanpa IMB, sisi lain juga melakukan pungutan pajak retribusi pada restoran kecil seperti cafe atau warung berdiri di sempadan pantai yang dikelola beberapa desa adat.

Seperti dilontarkan Kelihan Desa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga menyampaikan, di wewidangan (wilayah adat) Desa Adat Jimbaran sendiri diungkap terdapat usaha dikabarkan diawasi desa adat, yakni Cafe 9 dan Cafe 19. Dimana untuk kawasan Cafe 19 sendiri lahan digunakan adalah milik desa adat setempat dan sudah bersertifikat.

Sementara untuk Cafe 9 diakui menggunakan sempadan pantai milik negara. Begitu juga disinggung keberadaan IMB disebutkan tidak ada. Namun sisi lain untuk pajak pertambahan nilai (PPN) dari setiap transaksi tetap dipungut pemerintah kabupaten.

“Kalau Cafe 9 itu izin bupati dulu zaman Pak Alit Putra. Dan mereka semua bayar pajak. Untuk Cafe 9 kita hanya dapat sumbangan (punia) saja Rp1 juta per bulan. IMB tidak ada karena sempadan pantai tapi kan sudah minta izin sama bupati. Berapa jumlah pajaknya kita tidak tahu langsung ke Pemda,” ungkap I Gusti Made Rai Dirga kepada wartawan, Kamis (31/3/2022).

Menanggapi hal ini, Kepala Satpol PP Kabupaten Badung, I Gusti Agung Suryanegara kepada media mengatakan penertiban tidak hanya di Pantai Melasti. “Kita sedang berjalan (penertiban pelanggaran tata ruang) di tempat lain. Melibatkan juga dari Pol PP Provinsi, PUPR, Kejaksaan juga ikut. Kini yang sudah kita proses di Pantai Berawa, yang lain pendataan sambil berjalan,” ungkapnya, Kamis (31/03/2022).

Penertiban dugaan pelanggaran serupa di tempat lain, katanya, saat ini juga tengah berjalan. Bahkan, tidak hanya Satpol PP, penertiban dikatakan juga melibatkan unsur Kejaksaan dan Dinas PUPR.

Menurut hasil penelitian kajian Universitas Udayana (Unud) berjudul Eksploitasi Sempadan Jurang Sebagai Usaha Pariwisata di Desa Pecatu Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yang dilakukan I Wayan Merta Yasa dan Nyoman Sunarta pada tahun 2018 terkuak beberapa fasilitas pariwisata pembangunannya diduga melanggar sempadan pantai dan jurang.

Wilayah Pecatu saja terdapat 12 usaha pariwisata berjenis akomodasi Perhotelan, Villa, Resort dan Restoran terdata melanggar sempadan jurang menjadi sorotan.

Seperti, El Kabron Restaurant & Cliff Bar, The Sterling Hotel & Villa, Usaha Jasa Wisata di Pantai Bingin, Villa Baju Sabha, C151 Luxury Villas Dreamland, Anantara Uluwatu Bali Resort, Suarga Padang-Padang, Villa Laut Bali, Suluban Cliff Bali Villa, Ulu Cliff House, Single Fin Bali dan Villa Anugrah (data-2018). Termasuk juga Beyond The Cliff di Jl. Labuhan Sait, Pecatu.

Belum lagi di wilayah Ungasan, Canggu, Kerobokan dan tempat lain di Kabupaten Badung dituding juga diduga melanggar sempadan jurang yang sering diperbincangkan. Seperti Ayana The Rock Bar di Jimbaran, Restoran Karma Beach Bali di Ungasan, One Eighty di Jimbaran. Biu Biu Resort di Jimbaran, Banyan Tree di Ungasan dan masih banyak tempat lain belum disebut.

Ketika dikonfirmasi terpisah Kepala Badan Pendapatan Daerah dan Pesedahan (Bapenda) Kabupaten Badung I Made Sutama ditanya wartawan mengenai adanya dugaan pemungutan retribusi pendapatan dari fasilitas pariwisata yang dibangun di atas lahan yang tak memiliki izin Pemanfaatan Bangunan Gedung (PBG) yang dulu disebut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menepisnya.

“Ndak kita kan bukan melihat masalah itu. Kita melihat pajaknya saja. IMB itu kan ranahnya dari yang lain lah. Penegak Perda. Sepanjang itu (usaha) ditutup kita tak meminta, mengambil pajak. Kalau di pajak bukan itu sudut pandangnya, berbeda. Sepanjang ada subyek dan obyek, ada transaksi. Pajak itu harus kita ambil gitu,” terang Sutama.

Ia menandaskan pemungutan yang dilakukan Dispenda Badung adalah titipan. “Bukan mereka membayar, si wajib pajak menyetorkan gitu,” cetusnya.

Ditandaskan kembali, Bapenda tidak melulu melihat perizinan tetapi pemungutan dilakukan apabila terjadi transaksi dua belah pihak.
“Kita tidak tahu dia punya izin atau tidak punya izin. Sepanjang ada bangunan yang membuat usaha dan ada transaksi, ya kita ambil pajaknya,” jelas Sutama.

Sementara Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung I Made Gde Bamaxs Wira Wibowo, S.H ketika dikonfimasi keberadaan dugaan adanya pemungutan pajak terhadap usaha tidak mengantongi izin di Kabupaten Badung, pihaknya mengatakan masih mengkaji lebih dalam.

“Kita kaji dulu apakah itu masuk potensi pelanggaran adimistrasi atau tidak. Nanti kita perdalam dulu. Kalau pun ada butuh pendampingan ketika ada warga punya niat baik bayar pajak namun izinnya belum bisa diterbitkan kami siap memfasilitasi mediasi dengan pemerintah,” pungkas Bamaxs. (002/red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *