Denpasar, Balijani.id – Musyawarah Provinsi (Musprov) agenda pemilihan ketua KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) provinsi Bali periode 2022 – 2026, Sabtu 19 Maret 2022 mendatang.
Menurut Drs. I Wayan Suata yang juga pemilik klub sepak bola All Star Bali, pertanggungjawaban ketua KONI, setelah periode jabatan pengurusnya selesai tidak saja hanya bertanggungjawab kepada pemerintah tetapi juga kepada masyarakat publik terutama biaya-biaya bidding.
Berapa biaya bidding yang gagal dalam Bali masuk menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) itu harus dilaporkan dan bila perlu di audit oleh BPK ataupun KPK karena ini merupakan angaran pemerintah.
Masyarakat juga harus tahu apalagi KONI tidak adil dalam memberikan dana kepada cabor – cabor yang melaksanakan kegiatan atau event-event belum yentu diberikan dan batasan-batasannya sangat minim, kita yang menyelenggarakan kegiatan seolah-olah mengemis kepada ketua KONI untuk pendanaan suatu kegiatan itu yang sangat disayangkan.
” Saya tahu uang itu bukan milik ketua KONI melainkan milik pemerintah kalau uang pribadi tidak usah diberikan, inilah ketidakadilan yang terjadi pada masa kepengurusan beliau ,* ucap Suata di Jepun Bali Rabu (23/02)
Dari sisi kepengurusan sudah bagus apalagi dari grade 6 menjadi grade 5 cuman dari transparansi dan keadilan kepada semua cabor tidak merata.
Contohnya, menurut Suara adalah kalau pengurus KONI menjadi salah satu ketua cabor bantuannya pasti gampang dan gede. Contoh lagi Sekum sebagai ketua cabor pasti anggarannya gampang dan prioritas, coba kalau yang tidak ikut di pengurusan KONI akan sulit dan seolah-olah mengemis
” Sekecil apapun dana yang sudah diajukan bukan mengemis dana dari ketua KONI tetapi dari dana pemerintah dan proposal yang saya ajukan itu dana dari pemerintah dan itu ada kegiatan ,” kritik Suata.
Harapannya ke depan bahwa siapapun yang menjadi ketua KONI paling tidak mempunyai entrepreneur dan motivasi serta berlaku adil dan transparan kepada seluruh cabang olahraga yang ada.
Masalah keuangan juga tambahnya harus transparan kepada cabor-cabor dan yang paling penting bisa membuat olahraga sebagai industri yang bisa menghasilkan uang. Tidak hanya “nyongkokin tain kebo” uang pemerintah saja .
Perkembangan olahraga saat ini karena masih Covid masih adem ayem mudah-mudahan setelah Covid bisa berkembang semaksimal mungkin bisa lebih maju lagi, tergantung ketua KONI memberikan support kepada cabor-cabor olahraga
Ketua KONI yang bagus harus bisa menggali sumber-sumber uang lewat olahraga dengan industri sport tourism baik nasional maupun internasional karena mereka yang datang akan menginap di hotel dan hotel bayar pajak, transport dan destinasi juga jalan.
“Begitu pula atlit tidak menginap di kos-kosan pasti di hotel belum lagi penonton yang datang dari luar akan memberi pemasukan, ekonomi bergerak dan masyarakat juga ada pekerjaan. Mereka yang datang juga bisa berkunjung ke tempat-tempat wisata,” imbuhnya.
Tugas berat ketua KONI baru, seberat apapun cabang olahraga harus didukung, begitu pula harus didukung oleh gubernur.
“Harapan saya pada pemilihan calon ketua KONI yang baru mempunyai visi dan misi jelas dalam mengembangkan olahraga sebagai industri mendukung ekonomi,” ucapnya.
Calon ketua yang sekarang ini ada beberapa calon mengkerucut, yang santer terdengar adalah seperti Sekum KONI tapi umurnya sudah 60 tahun menurutnya janganlah berambisi jabatan.
Ditambahkan bahwa, umur 60 sampai 70 tahun masih berambisi apa yang dicari apa itu hanya menjadi sebuah pion yang digadang-gadang sebelumnya oleh mantan ketua KONI itu bisa saja.
” Menurut saya ya, itu sudah expired seperti yang dibilang pak Jokowi umur 60 tahun keatas janganlah berambisi sekarang mencari dukungan kesemua cabor-cabor itu tidak masuk akal ,” ujarnya.
Yang tua yang sudah umur 60 tahun baiknya mundur beri kesempatan kepada yang lebih muda maksimal umur 50 tahun.
” Calon ketua tidak cukup dari orang interpreneur, tapi harus punya hubungan dekat dengan gubernur dan pemerintah pusat serta hubungan luar negeri juga semua cabang olahraga sehingga bisa melobi agar Bali bisa dikenal sebagai sport tourism,” ucapnya.
Hal ini terbukti menurut Suata bahwa dua kali bidding apa yang dihasilkan ? Tidak bisa menjadi tuan rumah serta tidak bisa membangun sarana dan prasarana olahraga.
” Sekarang tidak ada transparan dalam biaya bidding- bidding kepada publik . Saya berharap kepada Abang Togar Situmorang yang paham hukum beliau bisa menyampaikan diri untuk maju sebagai calon Ketua Umum KONI provinsi Bali ,” tegas Suata. ( 003/red )