Berita Sarin Gumi Nusantara
RedaksiIndeks
Hukum  

KPK Petakan Celah korupsi dalam Tata Kelola Pinjaman PEN Di Daerah

Jakarta, Balijani.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memetakan potensi dan celah korupsi dalam tata kelola pinjaman program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk pemerintah daerah. KPK juga telah menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada pihak-pihak terkait berdasarkan hasil Kajian Kebijakan Pinjaman PEN untuk Pemerintah Daerah yang dilakukan KPK pada 2020.

Kajian tersebut dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan tugas monitor sebagaimana diatur dalam UU, di tengah beragamnya stimulus yang diberikan kepada pemerintah daerah di masa pandemi Covid-19. Selain itu, juga mencermati fleksibilitas persyaratan dan relatif singkatnya waktu penelaahan usulan pinjaman.

Kajian mengidentifikasi sejumlah persoalan terkait tata kelola pinjaman PEN untuk pemerintah daerah, yaitu: desain kebijakan pinjaman PEN daerah belum sepenuhnya berpihak kepada daerah, belum memadainya pengaturan pengawasan atas pelaksanaan pinjaman PEN daerah, belum ada pengaturan kebijakan atas mekanisme koordinasi dalam penilaian pinjaman PEN daerah, belum memadainya instrumen untuk menilai korelasi usulan pinjaman daerah dengan PEN, belum ada aturan kebijakan dalam melakukan penilaian usulan daerah, dan belum ada platform informasi untuk mendukung transparansi proses administrasi pinjaman PEN daerah.

Atas persoalan tersebut KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai berikut:

Melakukan revisi atas PMK 105 Tahun 2020 jo. PMK 179 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Pinjaman PEN untuk pemerintah daerah.
Kementerian Keuangan bersama dan/atau melalui PT SMI meningkatkan pengawasan.

Kementerian Keuangan bersama dengan Kementerian Dalam Negeri c.q. Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, dan PT SMI menyusun mekanisme pelaksanaan koordinasi dalam proses tata laksana Pinjaman PEN Daerah.

Menyusun standar minimal dalam mengukur relevansi sebuah program dan kegiatan dengan PEN.
Menyusun aturan kebijakan yang menjadi pedoman bagi penilai dalam mengevaluasi usulan program dan kegiatan yang akan diprioritaskan untuk didanai melalui Pinjaman PEN Daerah.

Bersama dengan Kementerian Dalam Negeri c.q. Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah dan PT SMI menyusun sistem informasi yang menyajikan informasi status kemajuan dari pengajuan pinjaman PEN daerah.
Atas rekomendasi tersebut, KPK kemudian mendampingi Kementerian Keuangan menyusun rencana aksi perbaikan dan melakukan pemantauan atas implementasinya. Hasil pemantauan atas 6 (enam) rencana aksi telah terlaksana seluruhnya pada 2021, yaitu terkait:

Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan telah melakukan revisi PMK 105 Tahun 2020 jo. PMK 179 Tahun 2020 dengan diterbitkannya PMK 43 tahun 2021. Selain itu, juga telah disusun standar minimal dalam mengukur relevansi sebuah program dan kegiatan dengan PEN, serta aturan kebijakan yang menjadi pedoman bagi penilai dalam mengevaluasi usulan program dan kegiatan.

Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan bersama-sama dengan PT SMI dan Kementerian Dalam Negeri c.q. Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah melakukan koordinasi dalam proses tata laksana Pinjaman PEN Daerah, dan menyusun sistem informasi Aplikasi Refina.

KPK juga merekomendasikan pengajuan pemohonan pinjaman daerah dalam kerangka PEN dilakukan dalam bentuk online untuk membuka ruang bagi pengawasan masyarakat. Sehingga, KPK mendorong Aplikasi Refina memuat informasi tentang proses perencanaan yang transparan, misalnya ketersediaan dana pinjaman daerah dalam kerangka PEN, syarat yang harus dipenuhi daerah, dan proyek apa saja yang bisa dibiayai daerah. KPK juga mendorong agar pembiayaan untuk proyek infrastruktur yang menghasilkan PAD seperti pasar, terminal, PDAM, dan lainnya, sehingga pinjaman tersebut tidak membebani kepala daerah berikutnya.

KPK tentu berharap instrumen investasi yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah secara efektif dan tepat sasaran, sehingga mampu menggerakkan perekonomian daerah melalui proses tata laksana yang bebas dari penyimpangan atau potensi korupsi.( 001/rls/red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *